Wanheart News - Nasib para sopir travel gelap menjelang Lebaran di tengah aturan larangan mudik saat ini bagai makan buah simalakama.
Jika beroperasi, mereka dan kendaraannya akan ditindak polisi. Namun, jika berhenti beroperasi, mereka khawatir sulit makan karena kehilangan penghasilan.
Seperti yang dialami Sugeng, misalnya. Sopir travel gelap ini hanya dapat duduk melamun di sela-sela deretan minibus elf yang terparkir di Mapolda Metro Jaya, Kamis (29/4/2021).
Dia menjadi salah satu sopir dari 115 kendaraan travel gelap yang terjaring polisi di kawasan Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Selasa (27/4/2021).
Penindakan terhadap travel gelap yang dilakukan sebelum adanya larangan mudik Lebaran 6-17 Mei 2021 merujuk Pasal 308 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Para sopir travel gelap itu ditilang karena kendaraan yang digunakan untuk mengangkut penumpang tidak sesuai peruntukan atau tak memiliki izin trayek.
"Iya kami tahu kami travel gelap, karena tidak ada surat izin untuk mengangkut penumpang, makanya kena operasi, dibawa ke sini (Polda Metro Jaya)," kata Sugeng kepada Kompas.com.
Sejak terjaring Selasa malam, Sugeng hanya bertahan di minibus atau elf yang digunakannya selama beberapa bulan terakhir untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Matanya memerah dan suaranya pelan saat menceritakan kronologi terkena operasi polisi. Kala itu, Sugeng terjaring saat membawa dua orang penumpang tujuan Jakarta-Jawa Tengah.
"Kami tahu larangan mudik itu tanggal 6-17 Mei. Tapi katanya ada perluasan, kami tidak tahu, jadi tetap narik karena untuk (cari) makan, akhirnya diamankan seperti ini," kata pria asal Jawa Tengah itu.
Ditemani rokok yang terimpit di sela jemari tangan, Sugeng sesekali menghembuskan napas seraya memikirkan nasibnya ke depan.
Sebab, polisi menyatakan kendaraan yang ditindak baru bisa keluar setelah proses persidangan tilang usai Lebaran 2021.
"Iya untuk ke depan kami ikuti saja. Kalau memang diminta setop, kami tak akan operasi. Tapi tolong pikirkan kami, rakyat kecil. Tidak ada kerjaan lagi untuk makan dan mikirin keluarga," kata Sugeng.
Sopir travel gelap lainnya, Defianto (27), mengaku pasrah dengan kondisi hidup ke depannya setelah terjaring oleh polisi.
Pekerjaan sopir yang baru dijalani dua bulan untuk menghidupi keluarga kini terhenti karena harus mematuhi aturan.
"Katanya mobil dikeluarkan habis Lebaran tanggal 22 Mei. Nah makannya ini sepanjang ini gimana buat makan, dan punya anak istri bingung juga," kata Defianto.
Belum lagi Defianto harus mengeluarkan uang untuk denda yang harus dibayar dalam sidang tilang yang dijadwalkan setelah Lebaran 2021.
Belum lagi Defianto harus mengeluarkan uang untuk denda yang harus dibayar dalam sidang tilang yang dijadwalkan setelah Lebaran 2021.
Berdasarkan Pasal 308 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sanksi denda maksimal Rp 500.000 atau kurungan penjara maksimal dua bulan.
"Sebelumnya saya pekerja proyek. Karena Covid-19, saya kena pengurangan. Ini mobil orang saya menyewa," katanya.
Defianto sendiri tak kuasa ketika mengingat detik-detik ditindak oleh polisi di kawasan Tomang, Jakarta Barat, Rabu (28/4/2021) malam.
Saat itu, Defianto yang sedang membawa penumpang diminta berhenti dan dibawa ke Mapolda Metro Jaya karena tak bisa menunjukkan kelengkapan surat izin trayek.
Saat itu, Defianto yang sedang membawa penumpang diminta berhenti dan dibawa ke Mapolda Metro Jaya karena tak bisa menunjukkan kelengkapan surat izin trayek.
"Terjaringnya di Tomang, Jakbar. Sedang bawa (penumpang), satu keluarga. Dua anak-anak, ibu, dan bapak," ucap dia.
Satu keluarga menjadi yang menjadi penumpang travel gelap itu diturunkan. Mereka diantar polisi untuk menggunakan kendaraan umum yang resmi di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, di waktu yang sama.
Sumber : Kompas