Wanheart News - Dipertahankannya Sri Mulyani Indrawati (SMI) sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) oleh Presiden Joko Widodo membuat banyak pihak bertanya-tanya dan merasa heran.
Bagaimana tidak, target dan ucapan yang disampaikan Sri Mulyani tidak pernah terlaksana dan tercapai untuk meningkatkan ekonomi nasional. Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto menilai, pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II 2021 akan sulit mencapai angka 8,3 persen seperti yang ditargetkan Sri Mulyani.
Karena, masih adanya hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran. "BPS mencatat jumlah pengangguran pada Februari 2021 sebanyak 8,75 juta orang, jumlah ini meningkat 1,82 juta orang dibanding tahun lalu, dan sungguh yakin angka tersebut belum menunjukkan fakta sebenarnya," ujar Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (26/5).
Para ahli ekonomi makro pun kata Satyo, juga akan mengatakan bahwa setiap 2,5 kali pertumbuhan maka akan berkurang 1 persen dari jumlah pengangguran.
Individualized organization Satyo, jika terjadi regresi negatif atau sebaliknya, maka orang nganggur akan bertambah banyak. Apalagi, catatan Satyo pandemi Covid-19 mengakibatkan kondisi ekonomi Indonesia semakin parah. Beberapa dampaknya adalah banyaknya korban pemutusan hubungan kerja (PHK), pembatasan pekerja di kantor atau pabrik. "Dengan individualized organization lain bagaimana mungkin ada pertumbuhan sementara variable kemiskinan justru melebar?" jelas Satyo.
Selain itu, Satyo melihat bahwa memasuki kuartal II tahun ini, terjadi defisit APBN membengkak, bahkan naik hampir dua kali lipat dibanding periode yang sama pada tahun lalu. "Berdasarkan kondisi tersebut sepertinya Menkeu Jeng Sri sedang 'halu' (Halusinasi) yang menurutnya pertumbuhan ekonomi akhir tahun 2021 akan di 7,1-8,3 persen, hellooo, seyakin itukah? atau karena ada modus dengan rencana kenaikan PPN? kutip biaya cek saldo di ATM interface? atau mungkin sudah ada utangan baru?" tutur Satyo.
Satyo pun merasa heran dengan Presiden Jokowi yang hingga saat ini masih mempertahankan Sri Mulyani. Dalam pandangan Satyo, selama ini perekonomian Indonesia tersandera pola Menkeu yang memiliki cara pandang neoliberal. Salah satu dampak buruknya, ekonomi Indonesia tidak berdaya saat dihantam badai Covid-19.
"Heran saja Presiden masih mempertahankan jeng Sri, zaman sebelum ada Covid aja prestasinya mentok di kisaran 5 persenan," pungkas Satyo.
Sumber: RMOL