Wanheart News - Mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara diduga mengalirkan uang suap yang diterimanya terkait pengadaan bansos Covid-19 kepada sejumlah politikus PDIP di daerah.
Dugaan tersebut menguat dengan langkah tim penyidik memeriksa sejumlah politikus PDI Perjuangan di daerah.
Salah satunya Ketua Komisi A DPRD Kendal, Munawir yang diperiksa penyidik sebagai saksi kasus dugaan suap bansos pada Kamis (25/2).
Ia merupakan politikus PDIP dan sempat menjabat sebagai Wakil Ketua DPC PDIP Kendal dan telah ditanya tim penyidik KPK mengenai aliran uang dari Juliari.
"Didalami pengetahuannya terkait adanya dugaan aliran sejumlah uang yang diberikan oleh tersangka JPB (Juliari P. Batubara) ke beberapa pihak di daerah," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (26/2).
Ali menyatakan keterangan Munawir telah dituangkan di dalam berita acara penyidik (BAP). Keterangan tersebut akan dibeberkan di persidangan nanti.
"Dan akan kembali dikonfirmasi di depan persidangan yang terbuka untuk umum," tegasnya.
Pada hari yang sama, tim penyidik sedianya memeriksa Ketua DPC PDIP Kabupaten Semarang, Ngesti Nugraha. Namun, Ngesti meminta pemeriksaannya dijadwalkan ulang lantaran pada hari ini akan dilantik sebagai Bupati Semarang.
Sebelumnya, pada Jumat (19/2/2021) lalu, tim penyidik juga telah memeriksa Ketua DPC PDIP Kendal, Akhmat Suyuti. Dalam pemeriksaan itu terungkap Akhmat Suyuti mengembalikan uang yang diterimanya dari Juliari.
"Akhmat Suyuti, Ketua DPC PDIP Kab. Kendal, didalami pengetahuannya terkait dengan adanya pengembalian sejumlah uang oleh saksi yang diduga diterima dari tersangka JPB melalui perantaraan pihak lain," kata Ali.
Dalam kasus ini, Juliari bersama dua Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian Sosial (PPK Kemsos), Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono diduga menerima
suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama atau Tigra, Ardian Iskandar Maddanatja dan Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020, Harry Sidabuke.
Ardian dan Harry diduga menyuap Juliari dan dua anak buahnya untuk dapat menggarap proyek pengadaan paket bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.
Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso.
Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.
Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang diantaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang "fee" dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. (OL-13)
Sumber: Portal-Islam