Wanheart News - Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang paling banyak membuat nama kebijakan dalam menghadapi Covid-19.
Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Transisi, Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), PPKM Mikro, hingga terakhir membuat nama PPKM Darurat.
Namun demikian, banyaknya nama kebijakan tersebut tidak berbanding lurus dengan penekanan angka sebaran Covid-19. Di mana pada beberapa pekan terakhir terjadi lonjakan yang serius.
"Dari semua kebijakan itu sampai saat ini masih belum efektif menghentikan laju penularan Covid-19. Justru kini semakin parah," ujar analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (2/7).
Ubedilah menganalisa ada sejumlah kesalahan mendasar sehingga membuat penularan Covid-19 justru semakin parah. Di antaranya adalah kapasitas pemerintah dalam merencanakan penanganan Covid-19 dan masyarakat yang tidak disiplin.
Tapi yang paling mendasar, menurut Ubedilah adalah tidak ditutupnya gerbang perbatasan Indonesia. Di mana bandara internasional masih dibuka dan diperbolehkan untuk lalu lalang.
“Ada satu faktor yang sangat berbahaya dalam situasi saat ini, yaitu bandara internasional tidak ditutup. Masih banyak orang boleh naik pesawat dengan kapasitas 70 persen penumpang," kata Ubedilah.
Ubedilah juga menyoroti aturan PPKM Darurat di poin 12. Di mana hanya disebutkan bahwa pelaku perjalanan yang menggunakan moda transportasi jarak jauh baik menggunakan pesawat, bus, dan kereta api hanya diwajibkan untuk menunjukkan kartu vaksin.
“Minimal vaksin dosis I dan PCR H-2 untuk pesawat serta antigen H-1 untuk moda transportasi jarak jauh lainnya," urainya mengutip aturan tersebut.
Bagi Ubedilah, aturan itu menjadi tanda bahwa lagi-lagi bandara internasional tidak ditutup. Pemerintah seolah masih memperbolehkan warga untuk melakukan mobilitas.
"Ini juga maknanya orang asing boleh masuk ke Indonesia melalui bandara. Jadi PPKM darurat ini sesungguhnya kebijakan yang masih akan percuma. Karena setengah hati, jadi masih membahayakan keselamatan warga negara," pungkas Ubedilah.