Wanheart News - Kans Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menjadi salah satu kandidat presiden dalam Pemilihan Umum 2024 masih terbuka lebar. Tingkat keterpilihan tokoh yang tiga kali kalah dalam pemilihan presiden ini berada pada kluster tinggi bersama sejumlah figur lainnya. Prabowo dua kali menjadi calon presiden dan sekali menjadi calon wakil presiden.
Masalahnya, sejumlah lembaga survei dan pengamat politik menemukan adanya kecenderungan elektabilitas Menteri Pertahanan itu stagnan, bahkan merosot. Prabowo disebut-sebut telah ditinggalkan pemilihnya lantaran kini satu gerbong dengan koalisi pemerintah Presiden Joko Widodo.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai peluang Prabowo untuk mengerek tingkat keterpilihannya dalam Pemilu 2024 semakin tipis lantaran publik sudah bosan. Menurut dia, masyarakat membutuhkan sosok baru yang akan muncul dalam pemilu mendatang.
"Semua orang memang kenal Prabowo. Tapi elektabilitasnya, tingkat keterpilihannya, sudah mentok," kata Adi kepada Tempo, kemarin.
Adi mengatakan Prabowo gagal menciptakan momentum politik untuk menggaet publik.
Selain itu, suara Prabowo tergerus secara perlahan karena dia memilih bergabung dengan pemerintah Jokowi. Padahal Prabowo sebelumnya dipilih sebagai calon presiden yang bertarung dalam Pemilu 2019 lantaran dianggap mampu menampung kelompok oposisi.
Karena alasan tersebutlah, ujar Adi, kelompok oposisi kecewa dan secara perlahan beralih mendukung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai sosok yang dipersonifikasi sebagai perwakilan oposisi pemerintah.
Lembaga survei Charta Politika sebelumnya mengeluarkan hasil survei ihwal nama Prabowo yang berada di puncak popularitas dengan persentase 90,2 persen. Anies Baswedan menyusul di posisi kedua dengan persentase 87,9 persen. Lembaga itu menyebutkan Prabowo cukup potensial dikerek menjadi calon presiden dalam Pemilu 2024. "Angka tertinggi adalah Prabowo Subianto, disusul Anies Baswedan," tutur Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, dua hari lalu.
Survei Charta Politika menyebutkan elektabilitas Prabowo sebesar 14,8 persen, lebih rendah dibanding Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang berada di posisi paling atas dengan raihan 16,2 persen. Sedangkan Anies memiliki elektabilitas 14,6 persen.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, tak menampik bahwa tingkat popularitas Prabowo sangat tinggi. Berdasarkan survei yang dia lakukan, Prabowo berada di posisi teratas dengan persentase 73,6 persen. "Namun, dilihat dari tren, sejak bergabung dengan pemerintah, justru elektabilitas Prabowo menurun," tutur Dedi.
Dedi menyatakan elektabilitas Prabowo merosot dari hasil survei yang ia lakukan pada periode 2-10 Agustus lalu. Saat itu Prabowo berada di posisi kelima dengan tingkat keterpilihan 7,8 persen. Sedangkan di urutan pertama ada nama Anies dengan persentase 18,7 persen. Disusul posisi kedua Ganjar Pranowo dengan nilai 16,5 persen dan posisi ketiga Menteri Pariwisata Sandiaga Uno sebanyak 13,5 persen.
Penurunan elektabilitas Prabowo konsisten terjadi sejak ia memilih bergabung dengan koalisi pemerintah. Padahal, sebelumnya, tingkat keterpilihan Prabowo berada di puncak klasemen. "Artinya, kekecewaan terhadap Prabowo yang dilatarbelakangi inkonsistensinya sebagai oposisi itu berdampak pada pilihan para pemilih,” kata Dedi.
Menurut Dedi, elektabilitas Prabowo anjlok lantaran sebagian besar pemilih Prabowo sebelumnya beralih mendukung Anies Baswedan yang dianggap representasi oposisi. Selain itu, Prabowo terimbas getah sentimen kelompok yang kontra-pemerintah. Hal itu terjadi karena Prabowo sekarang menjadi bagian dari koalisi pemerintah dan mendapat jabatan di kursi kabinet.
Meski demikian, tutur Dedi, elektabilitas Partai Gerindra tak pernah surut dukungan. "Ini menunjukkan bahwa Prabowo sudah waktunya berhenti dari kontestasi dan ada harapan publik munculnya tokoh baru dari Gerindra.”
Pengajar politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, mengatakan Prabowo masih berpeluang maju sebagai calon presiden, meski kini tingkat keterpilihannya menurun. "Hal itu karena tokoh-tokoh yang kemudian ditampilkan dalam jajak pendapat tersebut beragam," ucap Airlangga.
Ia menilai situasi politik menuju Pemilu 2024 masih sangat dinamis, sehingga belum bisa disimpulkan apakah dukungan terhadap Prabowo tergerus ataukah tidak. Meski begitu, dia juga mewanti-wanti peta politik pada 2024 akan berubah drastis. Ada kecenderungan masyarakat membutuhkan tokoh baru. Artinya, tokoh-tokoh lama tidak memiliki pengaruh signifikan bagi publik.
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Partai Gerindra, Habiburokhman, menjelaskan partainya bakal santai menyikapi hasil survei yang menunjukkan elektabilitas Prabowo menurun. Bagi dia, penurunan persentase yang sedikit merupakan bagian dari dinamika politik.
Menurut dia, dari semua tokoh politik, elektabilitas Prabowo justru paling stabil. “Sering di posisi tertinggi dan nyaris enggak pernah merosot ke posisi ketiga," tutur dia, kemarin.
Portal