Wanheart News - Pertarungan Pilpres 2024 memang terbilang masih tiga tahun lagi, bahkan ada isu yang mengatakan pilpres 2024 diundur, namun skema kekuatan yang akan bertarung di Pilpres 2024 sudah muncul ke publik. Skema di 2024 yang kini muncul itu adalah Partai Demokrat dan PKS tak diajak dalam koalisi pilpres 2024.
Dilihat detikcom, Selasa (24/8/2021), skema di Pilpres 2024 ini ramai dibicarakan di media sosial. Dalam skema itu, awalnya dipetakan dulu kursi tujuh partai di parlemen yang disebut mendukung pemerintah Presiden Jokowi, sebagai berikut:
PDIP= 128 kursi
Golkar= 85 kursi
Gerindra= 78 kursi
Nasdem= 59 kursi
PKB= 58 kursi
PAN= 44 kursi
PPP= 19 kursi
Sedang Partai Demokrat yang memiliki 54 kursi dan PKS 50 kursi di DPR disebut berada di luar pemerintah Presiden Jokowi. Jika dipersentasekan, koalisi partai pendukung Presiden Jokowi itu sama dengan 82%, sedangkan Demokrat dan PKS jika digabungkan hanya 15%.
Dari penghitungan kekuatan di parlemen itu, dibuat skema tiga kekuatan koalisi di Pilpres 2024 berdasarkan partai yang mendukung pemerintahan Jokowi. Dalam skema tiga koalisi ini, Partai Demokrat dan PKS tak dihitung, sebab hanya memiliki 15%, sedangkan presidential threshold atau ambang batas sejauh ini 20%.
PDIP+Gerindra= 31,87%
Golkar+Nasdem= 21,36%
PKB+PAN+PPP= 21,05%
Melihat adanya skema itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs Ahmad Khoirul Umam menilai bahwa skema tersebut tak masuk akal. Sebab, skema tersebut dinilai hanya mengkotakkan partai pendukung pendukung dan partai di luar pemerintahan.
"Menurut saya, ini skema koalisi spekulatif yang kurang make sense, karena lebih menujukan semangat meng-contain partai-partai di luar pemerintahan, dari pada didasarkan baca pembacaan dinamika koalisi dan sejarah kompetisi politik sebelumnya," kata Umam.
Umam menyoroti skema yang menggabungkan kekuatan tiga partai berbasis umat Islam yakni PPP, PKB, dan PAN. Sementara PKS, yang juga merupakan partai berbasis umat Islam, tak dimasukkan dalam skema kekuatan itu.
"Salah satu indikasinya, hal itu ditunjukkan oleh disatukannya 3 partai beridentitas partai Islam atau partai berbasis umat Islam seperti PKB, PAN, PPP, dan meng-exclude PKS," ujarnya.
Padahal, menurut Umam, PKS merupakan partai yang punya potensi besar meraup suara dari basis umat Islam. Sedangkan menggabungkan PKB dan PAN juga dinilai tak beralasan, sebab kedua partai itu memiliki basis massa yang berbeda.
"Sementara jika identitas Islam yang hendak ditampilkan, maka PKS berpotensi aktor besar dalam menggarap kelompok Islam, utamanya kalangan konservatif. Lagi pula, meng-exclude PKS namun memasukkan PKB dan PAN yang keduanya memiliki latar belakang sosial kultural yang berbeda, dari basis NU dan Muhammadiyah, menjadi lebih kurang make sense," ucapnya.