"Kamu yang kerja, aku yang menikmati uangnya"
Kalau ada pejabat yang bilang, 'Mari bergotong-royong menghadapi pandemi ini'. Sungguh rasanya mau tertawa terpingkal.
Iya, rakyat elu suruh gotong-rotong. Kalian? Ngecat pesawat, renovasi rumah dinas, beli mobil dinas baru, rapat-rapat di hotel, rapat-rapat di Bali, ujung ke ujung, anggaran2 tidak penting digelontorkan selama pandemi. Ada yang ketahuan, viral. Ada yang diam2, aman. Silahkan cek dari Sumatera hingga Papua, daerah2 terus mengeluarkan uang demi kebutuhan tidak penting, tidak mendesak. Mana coba sense of crisis-nya? Tidak ada. Karena kalian memang tidak merasakan krisis.
Yang merasakan krisis itu adalah, rakyat yang besok pusing gimana perpanjang kontrakan, pusing susu buat anaknya. Cicilan terus mengejar. Terjebak pinjol. Kena PHK, potong gaji, dll. Kalian? Tabungan kalian malah terus bertambah. Apa krisisnya?
Jika ada pejabat yang bilang, 'Mari bahu-membahu menghadapi pandemi ini.' Duh, Gusti, mau terpingkal dengarnya.
Iya, rakyat elu suruh bahu-membahu. Dan mereka bukan hanya bahu-membahu, sudah kaki-meng-kaki, dengkul-men-dengkul, kepala-mengkepala, semua dilakukan. Jungkir balik bertahan hidup. Coba cek, sebelum pandemi, asupan gizi anak-anak mereka saja sudah kurang. Dihajar pandemi, tambah berkurang gizinya. Anak-anak ini disuruh berkompetisi dengan negara tetangga yang bahkan sejak tahun lalu sudah masuk sekolah fisik?
Rakyat disuruh bahu-membahu, sementara kamu? Iya kamu? Perjalanan dinas ke LN teruus jalan. Mending cuma 1-2 yang berangkat, ini rombongan besar. Semua ikut. Apalagi perjalanan dinas dalam negeri. Itu pejabat-pejabat pemda, pemkot, kanwil, apalah, inilah, itulah, bahkan untuk hal receh mereka melakukan perjalanan dinas. Wussh, naik pesawat garuda, nginap di hotel berbintang. Rakyat kamu suruh di rumah saja, pejabat kemana-mana.
Tapi baiklah.
Lupakan saja.
Sudah mau 18 bulan pandemi ini. Rakyat sudah 'kebal'. Capek. Lelah. Bosan.
Tapi sungguh ada satu hal yang perlu dipikirkan semua orang. Ketahuilah, utang negara ini terus meroket. 2019, sebelum pandemi sudah meroket tinggi, dihajar pandemi, lebih gila lagi. Bola salju itu semakin membesar, Kawan.
Catat baik-baik, Tahun 2004-an, bunga+cicilan pokok utang negara kita itu hanya 80-100 trilyun per tahun. Hari ini? Tahun 2020 sudah 750 trilyun.
Mulai tahun ini 2021, cicilan+pokok yang kita bayar setiap tahun semakin dekat dgn 1.000 trilyun sendiri. Tahun 2022, 2023, 2024, angka-angka ini terus membesar. Karena mau gimana lagi? Nafsu besar, tenaga kurang, utang jadi solusi setiap pengin sesuatu.
Bayangkan, kita harus memikirkan cara menutup cicilan pokok+bunga 1.000 trilyun tiap tahun. Bagaimana caranya? Lagi-lagi, jalan pintas, cara termudah: cari utang baru. Surat berharga yg jatuh tempo, ditutup dengan surat berharga baru. Dan bola salju itu terus membesar. Semakin membesar, semakin membesar. Crazy, anggaran negara digerogoti utk bayar utang+bunganya. Dan itu ditutup dengan apa? Utang lagi.
Kita terpesona lihat infrastruktur katanya maju. Tapi kamu tahu tidak, di Indonesia itu bangun tol per kilometer ada yg habis 300-400 milyar biayanya (elevated). 1 km, segitu harganya. Itu artinya, 1 meter nya saja setara 300 juta. 1 meter = 300 juta! Bangun bandara, habis trilyunan, sepi, jadi 'bangunan hantu'. Bangun stadion megah2, sepi, tidak terawat. Panjang sekali daftarnya. Tapi baiklah, 'utang untuk pembangunan oke'. Fine. Hanya saja, siapa yg mau mikirin bayar utang-utang ini? Kamu lapor SPT? Lapor SPT tidak pernah kok gaya selangit seolah paling peduli ke bangsa dan negara, menjilat habis2an. Baca kritik langsung ngamuk. Lihat mural, langsung marah2.
Dan sementara itu, beberapa tahun ke depan,
Ssstt.... Mereka akan bilang lagi, 'Mari kita bahu-membahu membayar utang2 ini. Mari gotong-royong membayar utang ini.' Yes. Rakyat disuruh gotong royong. Mereka diam-diam korupsi bansos, korupsi ini, itu. Untuk kemudian merasa hidup mereka menderita. Belajarlah dari kisah telenovela Menteri Gerindra dan Menteri PDIP yang ditangkap KPK.
(By Tere Liye)