Wanheart News - Pembahasan wacana amandemen UUD 1945 yang digaungkan MPR tidak mulus. Sejumlah pihak masih memperdebatkan kelanjutannya. Beberapa partai politik juga secara tegas telah menolak.
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena justru mengingatkan kudeta jika amandemen dilakukan. Pemerintahan di negara Guinea, menjadi contoh terkait ambisi mengamendemen konsitusi, dengan tujuan melanggengkan kekuasaan.
Idris menyatakan, amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 diperlukan sebuah prasyarat dengan suasana kebangsaan yang kondusif.
Menurut Idris, wacana amendemen sudah pernah muncul di tahun 2014, namun menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. “Situasinya kurang lebih sama persis dengan apa yang terjadi saat ini,” ujarnya, Senin (6/9).
Idris menegaskan tantangan yang dihadapi dalam menyikapi wacana tersebut adalah menyatukan perbedaan pandangan di tengah masyarakat, baik dari partai politik, lembaga negara lainnya serta kelompok masyarakat itu sendiri.
Selain itu, Idris menilai sikap PDI Perjuangan melalui Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyatakan bahwa perpanjangan masa jabatan presiden tak sesuai amanat konstitusi adalah pandangan yang tepat.
“Kalau PDIP saja tidak sependapat, bagaimana kita bisa meyakinkan partai lain dan masyarakat,” kata Idris menegaskan.
Idris khawatir kalau perbedaan itu nantinya tidak terkendali dan lebih parahnya malah menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Menurut dia, tidak ada jaminan bahwa amendemen tersebut akan berhasil dengan mulus.
“Memang kita tidak mengenal istilah amendemen terbatas,” ujarnya.
Sebagai mantan ketua tim kampanye daerah Jokowi-Maruf Amin, dia tidak ingin reputasi Presiden Jokowi tercoreng akibat ulah dari segelintir orang yang punya ambisi pribadi dengan mengorbankan nama baik Jokowi.
“Presiden Jokowi begitu hebat, dari wali kota naik menjadi gubernur dan akhirnya terpilih menjadi presiden dua periode, lalu hancur hanya karena bisikan dan ambisi segelintir orang,” ujar Idris.