Wanheart News - Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menduga ada pihak tertentu yang mensponsori wacana Presiden Jokowi tiga periode. Isu presiden tiga periode ini terus muncul.
Pasalnya, wacana tersebut hingga sekarang masih berhembus, padahal Presiden Jokowi sudah jelas menyatakan menolak wacana tersebut.
“Ada sponsornya sehingga wacana ini awet banget, wacana tiga periode seperti pakai pengawet mayat formalin, bertahan isunya,” kata Pangi kepada Pojoksatu.id, Senin (6/9/2021).
Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu bahwa wacana Presiden tiga periode akan terus berhembus.
“Wacana ini nggak ada matinya, ngak pernah padam, karena ada pembakarnya dan bahan bakunya yang membuat wacana ini bertahan,” ujarnya.
Pangi melihat ada tiga rencana besar yang mereka siapkan di balik wacana Presiden Jokowi tiga periode itu.
“Dengan belbagai opsi yang bakal mereka siapkan, setidak ada tiga grand desain atau skenario yang mereka siapkan,” ungkapnya.
Skenario pertama, melalui Amandemen UUD 1945 yang dilakukan elite dengan mengubah diksi frasa masa jabatan Presiden dari dua periode ke tiga periode.
“Pintu masuk atau kotak pandoranya adalah Amandemen,” tutur Pangi.
“Kedua, seperti usul dari pendukung relawan Jokowi ini, maka kita ngak kaget dan melihat gejala yang biasa aja, yakini menambah masa jabatan presiden 3 tahun dengan alasan pandemi tadi,” tandasnya.
Sebelumnya, wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode melalui amendemen Undang-Undang Dasar 1945 ditolak oleh publik dan partai politik.
Penolakan publik itu terlihat dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Mayoritas responden menilai masa jabatan presiden maksimal dua periode mesti dipertahankan.
“Sebanyak 74 persen menyatakan masa jabatan presiden hanya dua kali harus dipertahankan. Hanya 13 persen menyatakan harus diubah,” kata Direktur Komunikasi SMRC Ade Armando, dalam konferensi pers secara daring, Minggu (20/6/2021).
Selain itu, 84,3 persen warga menyatakan tidak setuju jika presiden kembali dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan hanya 8,4 persen warga yang setuju.
“Saya rasa ini angka yang cukup kuat menunjukkan bahwa mayoritas mutlak masyarakat Indonesia ingin pemilihan tidak usah diubah. Jangan dipilih MPR, presiden dipilih langsung oleh rakyat,” ujar Ade.