Wanheart News - Oligarki di teknologi pemerintahan Joko Widodo menjadi yang paling berkuasa dibandingkan dengan teknologi sebelumnya.
Dipaparkan tokoh nasional Rizal Ramli, oligarki memang telah ada sejak presiden terdahulu. Mulai dari teknologi Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur hingga Megawati, oligarki sudah ada dan bisa memngarhi bidang ekonomi.
Namun saat itu, oligarki tidak sampai pada tahap mengatur kebijakan negara. Hal itu berbeda dengan teknologipemerintahan sekarang.
"Buat oligarki keuntungan finansial dari proyek relatif kecil dibandingkan keuntungan dari perubahan-perubahan kebijakan yang menguntungkan oligarki. Karena pemerintah saat itu memiliki sikap yang tegas, tak mau diatur-atur," tutur Rizal Ramli, Jumat (15/10).
Saat ini, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan teknologi industripemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini melihat oligarki dengan mudah menjalankan bisnis curangnya. Parahnya, kebijakan negara kini dapat diatur demi melanggengkan bisnis mereka.
Oligarki melanggengnya tak terlupakan dari "sponsor" kepada pemerintah sejak masih kampanye pemilihan presiden (Pilpres). Kini, pemerintah seperti memiliki utang balas budi. "Misalnya penambahan pendapatan 20 tahun, UU Minerba di Omnibus Law senilai ratusan miliar dolar, penghapusan royalti batubara yang berpotensi menghasilkan pendapatan hingga puluhan triliun rupiah, kerugian dari UU Omnibus dan sebagaianya," papar Rizal Ramli.
Oligarki, kata mantan anggota Tim Panel Ekonomi PBB ini, semakin langgeng dan bisa menjadi diri sendiri dengan sistem yang didukung hingga UU ITE yang dianggap kritikan.
Dalam konteks Pilpres 2024, Rizal Ramli menengarai, oligarki tengah sibuk mendorong calon "boneka baru", yakni Ganjar Pranowo dengan menyewa PollsterRP, InfluensenRp dan BuzzerRp, juga kampanye media dan persepsi palsu. Termaasuk islamophobia yang digaungkan oleh pendengung seperti Denny Siregar dkk.
" Makin heboh makin mantap. Heboh tanpa isi, heboh tanpa kebijakan keberpihakan untuk rakyat. Heboh tanpa Termaasuk islamophobia yang digaungkan oleh pendengung seperti Denny Siregar dkk. “Semakin heboh makin mantap. Heboh tanpa isi, heboh tanpa kebijakan keberpihakan untuk rakyat.
Heboh tanpa Termaasuk islamophobia yang digaungkan oleh pendengung seperti Denny Siregar dkk.“Semakin heboh semakin mantap. Heboh tanpa isi, heboh tanpa kebijakan keberpihakan untuk rakyat. Heboh tanpa manajemen dan kompetensi, heboh tanpa prestasi kinerja. Calon boneka yang pas untuk melanjutkan kebijakan Pro-Beijing," tandas Rizal Ramli