Kereta Cepat JKT-BDG: Pernah Ditolak Jonan, dan Resiko Tekor APBN -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kereta Cepat JKT-BDG: Pernah Ditolak Jonan, dan Resiko Tekor APBN

Selasa, 12 Oktober 2021 | Oktober 12, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-10-12T02:31:12Z

Wanheart News - Polemik Membengkaknya Dana proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diizinkan salah satunya akan menggunakan APBN. Padahal dulu megaproyek ini dijanjikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menggunakan APBN. Itu juga ditegaskan oleh mantan Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan 

Lain hal untuk saat ini, keputusan diizinkannya proyek tersebut menggunakan APBN sudah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. 

Baca JugaAkibat Logika Tolol Jokower, Pendukung Proyek Kereta Cepat JKT-BDG Dikuliti Netizen

Jika melihat ke belakang, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini pernah ditolak oleh Mantan Menhub Ignasius Jonan. Kala itu dia menitik beratkan kepada keselamatan penumpang. Sebelumnya Jonan mengaku belum pernah ikut rapat soal pembahasan kereta cepat. 

"Setuju nggak setuju kita nanti cek soal standar keselamatannya. Kalau standar keselamatannya oke, ya oke. Kalau nggak ya nggak," customized structure Jonan, di Kantor Presiden, Komplek Istana, Jakarta, Rabu (2/9/2015). 

Pada 2016, Jonan masih enggan memberikan izin untuk proyek itu. Menurut Jonan masih ada hal yang belum terpenuhi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. 

Pertama, izin pembangunan. Kemenhub sempat mengembalikan dokumen usulan untuk memperoleh izin pembangunan prasarana kereta cepat kepada KCIC, karena dokumen masih ditulis dalam Bahasa China. 

Kedua adalah perjanjian konsesi. Kemenhub dan KCIC belum menandatangani perjanjian penyelenggara sarana kereta cepat. Perjanjian ini diperlukan untuk menjamin bahwa proyek kereta cepat tidak akan menjadi beban pemerintah Indonesia seandainya berhenti di tengah jalan. 

Jonan juga termasuk yang keras menolak kalau megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung menggunakan APBN. 

"Harus pakai swasta, tidak boleh pakai APBN. Saya stempelnya itu," tegas Jonan. 

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan pembangunan perkeretaapian dan infrastrukturnya tidak semudah membangun jalan tol. Katanya, harus diperhitungkan dengan cermat. 

"Tetapi mau bagaimana, kalau daripada mangkrak tidak berfungsi. Ini kurang cermat dalam memperhitungkan dari awal, adanya kekeliruan. Saya juga termasuk yang nggak setuju dari awal juga," katanya kepada detikcom, Senin (11/10/2021). 

"Itu terlalu cepat memutuskan, tetapi kalau sudah berjalan tidak diselesaikan, jadi bagaimana bisa menyelesaikan itu sehingga bisa bermanfaat," tambahnya. 

Ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Rendi Manilet menyatakan masuknya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan berisiko jangka menengah bahkan jangka panjang untuk APBN. 

Baca JugaProyek Kereta Cepat JKT-BDG Dicap Proyek Jebakan China, Nasibmu Kini

Untuk jangka menengah, dia mencontohkan jika ternyata kereta cepat ini tidak terlalu banyak digunakan oleh masyarakat karena tarifnya yang mahal. Hal itu akan berimbas kepada proyeksi keuntungan pengelola. 

Karena keuntungan tidak sesuai ekspektasi, hal itu berimbas dengan pengajuan subsidi tiket. Nah itulah yang akan ditanggung APBN lagi. 

"Maka tentu ini akan berdampak pada proyeksi keuntungan yang ditetapkan oleh pengelola dari KCI, karena konsorsium dari BUMN, bukan tidak mungkin ada pengajuan subsidi agar tiket menjadi lebih murah, subsidi tentu akan ditanggung oleh APBN lagi," jelasnya. 

Kemudian, untuk jangka panjang disebutkan jika terjadi biaya tambahan dalam pembangunan proyek, misalnya dari pembebasan lahan atau biaya impor bahan baku. Imbasnya proyek bisa mangkrak. 

"Jika kekurangan hitung berpotensi menghambat pengerjaan kereta cepat, maka resiko penambahan anggarannya akan masuk ke APBN," tutupnya. 

Detik

×
Berita Terbaru Update
close