Wanheart News- Miris! Kata ini sesungguhnya belum mampu menggambarkan bersama tepat keadaan boroknya penegakan dan penerapan hukum di negeri tercinta Indonesia.
Bagaimana bukan, siapa yang berbuat tidak benar dilindungi hukum, siapa berbuat sahih justru masuk penjara. Masalah Beni Eduward, Youtuber di Medan yang dipenjara gara-gara memvideokan oknum polisi-polisi kriminal pelaku pungutan liar di beragam area, masalah wartawan Muhammad Yusuf yang mati di penjara Kalsel dikarenakan memberitakan kezoliman kelompok Haji Isam yang diduga merampok tanah-tanah penduduk di sana, dan masalah ibu pedagang kaki lima di Sumatera Utara yang menjadi korban keganasan preman, tiba-tiba dijadikan tersangka oleh polisi, cuman segelintir kecil berasal dari ribuan masalah ‘Miris’ yang berlangsung di persada ini.Sebangun bersama dengan persoalan-masalah itu di atas, hari-hari ini jagat media kami juga diramaikan bersama pemberitaan masalah kriminalisasi wartawan Muhammad Asrul, Jurnalis Media Online Kabar News, yang ditahan di Polda Sulsel dikarenakan memberitakan dugaan tindak pidana korupsi anak walikota Palopo. Waktu ini kasusnya telah bergulir di PN Palopo dan dituntut 1 tahunan penjara oleh Jpu.
Opo tumon rek! Diancuk! Oknum pejabat tersebut yang korupsi, yang dihukum malah orang yang memberitakan. Hukum apa yang digunakan di negara hukum ini? Demikianlah beragam komentar liar yang berkeliaran di benak penduduk menonton situasi penerapan hukum yang terbolak-balik itu.
Menaggapi kenyataan tersebut, Ketua Generik Ppwi, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA mengatakan dirinya kehilangan kata-kata untuk mendeskripsikan kegalauan hati rakyat pers di Indonesia. Di negara yang mengaku menjunjung tinggi demokrasi dan negara hukum, tetapi fakta lapangan menunjukan jauh panggang berasal dari barah.
“Yang keliru menjadi sahih, yang sahih dipersalahkan. Orang korup dibela mati-matian, masyarakat teriak duitnya dimaling koruptor malah dipenjarakan. Saya kira tersedia persoalan genetik gagal logika di bangsa ini yaa, terutama di kalangan aparat penegak hukum kami,” ujar lulusan pasca sarjana bidang Dunia Ethics berasal dari Birmingham University, England, dikutip Sabtu (16/10/2021)
Wilson lantas melanjutkan bahwa sebelum negara ini menghapuskan segala ketetapan yang bertolak-belakang bersama dengan idealisme demokrasi yang menuntut adanya keterbukaan berita dan kebebasan berpendapat, maka bangsa ini akan tetap terbelenggu didalam kotak hukum yang biadab. “Hampir seluruh persoalan hukum yang ditangani PPWI mengenai erat bersama dengan konduite aparat penegak hukum yang tidak menerapkan hukum untuk kebenaran dan keadilan, tapi memakai hukum untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Mereka bukan peduli bersama dengan keadilan, yang berarti bagi mereka adalah membela pihak yang memberi tambahan benefit atau laba, baik materi maupun non-materi. Itulah keadaan kami selama ini,” beber pria yang juga merampungkan program pasca sarjananya di bidang Applied Ethics berasal dari Utrecht University, The Netherlands, dan Linkoping University, Sweden, ini bersama dengan melodi pesimis.
Tapi begitu, Wilson konsisten berharap dan berdoa semoga tersedia keajaiban di persoalan wartawan Asrul, dia dapat diputus bebas oleh hakim yang menyidangkan kasusnya. “Walau kami seluruh menyadari forum dewan pers, yang diagung-agungkan segelintir wartawan tersebut, bukan berdaya mirip sekali didalam membela wartawan Asrul di PN Palopo, namun saya terus percaya tersedia keajaiban bagi rekan kami Asrul untuk dibebaskan. Terkecuali bukan, penting kami masih berada di Indonesia, negara bersama sejuta keanehan dan absurditasnya,” pungkas tokoh pers nasional yang dikenal gigih membela wartawan di Indonesia tersebut.