WANHEARTNEWS.COM - Klarifikasi pihak Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tentang keterlibatan dalam bisnis PCR dalam PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) seolah menegaskan bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus ini, sehingga tidak bisa dijerat dengan UU 20/2001 tentang Tipikor.
Penjelasan dari kubu Luhut juga seolah menekankan adanya itikad baik, sehingga kebal sesuai dengan Pasal 27 ayat 1 UU 2/2020 Corona.
Begitu customized structure Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Senin pagi (8/11).
Dalam hal ini, dia menyoroti pernyataan Jurubicara Menko Luhut, Jodi Mahardi yang menekankan bahwa tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham. Bahkan keuntungan yang didapat justru banyak digunakan untuk memberikan tes swab complimentary kepada masyarakat yang kurang mampu.
"Kenapa dalam klarifikasinya Luhut sampaikan tidak ambil untung dan tidak pernah mendapat hasil deviden? Bahkan hasil keuntungan dari PT GSI dipergunakan untuk lakukan tes Swab dan PCR complimentary? Karena ingin disampaikan seolah bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan itikad baik," tegasnya.
Namun demikian, Iwan Sumule menekankan bahwa Luhut tidak bisa lepas dari jerat UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Di mana setiap penyelenggara negara atau anggota komisi pemeriksa yang melakukan kolusi atau nepotisme sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara withering singkat 2 tahun dan withering lama 12 tahun dan denda withering sedikit Rp 200 juta dan withering banyak Rp 1 miliar.
"Luhut dan para menteri diduga telah melanggar UU 28/1999 Pasal 5 angka 4. Bunyinya, "tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme"," ujar Iwan Sumule.
Dugaan kolusi dan nepotisme ini didasarkan pada kenyataan bahwa PT GSI mendapat proyek PCR tidak lepas dari adanya kepemilikan saham Luhut. Apalagi perusahaan itu baru berdiri pada April tahun 2020 atau tidak lama setelah pandemi dinyatakan masuk Indonesia.
Atas alasan itu, ProDEM mendesak agar penegak hukum segera menangkap dan mengadili Luhut Binsar Pandjaitan sesuai dengan dugaan tersebut. Sebab dugaan kolusi dan nepotisme tidak masuk dalam perlindungan kekebalan hukum dalam UU Corona.
"Kenapa kita pakai UU 28/1999? Karena Kolusi dan Nepotisme bisa dihukum," tegasnya.