WANHEARTNEWS.COM - Perusahaan-perusahaan pengembang properti China bertubi-tubi mengalami tekanan dalam sebulan terakhir di Oktober lalu. Harga saham dan obligasi mereka jatuh di pasar modular, para kreditor play on words mulai menyita aset dan parahnya lagi lembaga pemeringkat worldwide ramai-ramai memangkas rating perusahaan.
Financial backer play on words masih mawas jelang batas waktu pembayaran utang China Evergrande Group pada Jumat lalu (29/10). Evergrande Group adalah 'pembuka' awal geger gagal bayar raksasa properti China atas pembayaran kupon surat utang (obligasi) worldwide.
Kemudian, tekanan withering parah dialami oleh saham Kaisa Group, perusahaan properti China, yang kehilangan hampir seperlima kapitalisasi pasarnya di Bursa Hong Kong, setelah lembaga pemeringkat menurunkan rating perusahaan dan menyoroti akses terbatas terhadap pendanaan dan besarnya utang dalam dolar AS.
Dilansir Reuters, dikutip Senin ini (1/11/2021), saham Kaisa turun sebanyak 19,9% ke level terendah sepanjang masa di HK$ 1,17 pada Kamis (28/10), sementara harga obligasinya yang jatuh rhythm April 2022 saunters 11,25%, turun lebih dari 8 premise poin (bps) sehingga yield (imbal hasil) naik dan diperdagangkan kurang dari 35% dari nilai nominalnya, menurut information Duration Finance.
Pada Jumat pekan lalu, sahamnya naik tapi masih berada di level rendah, HK$ 1,20/saham. Padahal di akhir Mei lalu, harganya masih di level tinggi HK$ 3,72/saham.
Kaisa memimpin penurunan saham di sektor land pada Kamis pekan lalu itu. Indeks Hong Kong yang berisi perusahaan properti China daratan (Hang Seng Mainland Properties Indeks/HSMPI) turun 1,3% dan sub-indeks CSI300 Real Estate anjlok 2,3%.
Sementara itu saham Evergrande Group turun lebih dari 5% di Kamis pekan lalu, dengan tenggat waktu akhir pada pembayaran kupon senilai U$ 47,5 juta atau setara Rp 675 miliar (kurs Rp 14.200/US$) dengan akan jatuh rhythm pada, Jumat (29/10).
Di Jumat pekan lalu itu, saham Evergrande berkode 3333 di Bursa Hong Kong strolls 3,73% di HK$ 2,32/saham, bandingkan pada awal Agustus di HK$ 6,33/saham dan level tertinggi di 19 Januari silam yakni HK$ 17,26/saham.
Kegagalan untuk melakukan pembayaran bunga itu, kurang dari seminggu setelah mengamankan US$ 83,5 juta atau setara Rp 1,2 triliun untuk pembayaran menit terakhir pada kupon sebelumnya, akan menyebabkan perusahaan secara resmi mengalami gagal bayar (default) dan memicu cross-default pada semua obligasi senilai lebih dari US$ 19 miliar atau setara Rp 270 triliun di pasar worldwide.
Kesulitan yang dialami Evergrande memperparah tekanan likuiditas bagi pengembang di sektor properti China yang bernilai US$ 5 triliun atau sekitar Rp 71.000 triliun.
Tak hanya Evergrande, derita juga dialami pengembang lain yang menambah indikasi tekanan sektor properti Tiongkok yang lebih luas. Kali ini, pengembang Oceanwide Holdings Co Ltd mengatakan pada Kamis lalu bahwa para pemegang utang perusahaan (yang diterbitkan oleh dua unit bisnis luar negerinya) telah menyita aset perusahaan yang dijadikan agunan setelah anak usahanya gagal membayar kembali surat utang worldwide senior.