WANHEARTNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah dan DPR RI memperbaiki UU Cipta Kerja (Ciptaker). Partai Demokrat menilai putusan MK sebagai teguran keras ke Pemerintah dan DPR.
"Pertama, ini adalah sebuah teguran keras kepada Pemerintah dan DPR yang pada 2 November 2020 lalu produk omnibus law UU Cipta Kerja resmi diundangkan dan ditandatangani oleh Presiden Jokowi di tengah masifnya penolakan dari publik saat itu," ujar Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, kepada wartawan, Kamis (25/11/2021).
Hinca mengatakan Demokrat telah menolak RUU Cipta Kerja sejak awal pembahasan. Namun, katanya, Demokrat kalah suara.
"Partai Demokrat yang sedari pembahasan hingga pengesahan selalu kritis dan bahkan walkout pada saat Rapat Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja kala itu. Setelah saya membacakan sikap Fraksi Partai Demokrat yang menolak RUU Cipta Kerja ini untuk dilanjutkan pengesahannya di Rapat Paripurna DPR, saat rapat di rapat Pengambilan keputusan little di Baleg waktu itu. Suara kami yang bahkan withering dekat saja tidak dapat didengar dan diakomodir, bagaimana dengan suara teman-teman lain di luar sana yang kala itu tegas menolak?" individualized organization Hinca.
Dia menyebut pembentukan UU Ciptaker sangat kilat. Menurutnya, pemerintah dan DPR juga kesulitan untuk membahas isi RUU secara detail. Putusan MK, katanya, membuat kemanfaatan hukum UU Ciptaker menjadi turun.
"Terlepas dari prosedur yang akan ditempuh oleh pemerintah dan DPR, saya harus mengatakan bahwa praktik pembentukan UU Cipta Kerja yang sangat kilat tersebut pada akhirnya membawa Pemerintah dan DPR menjadi kesulitan sendiri. Belum banyak yang bisa diberikan oleh UU Cipta Kerja hingga hari ini, terlebih pascaputusan MK semakin membuat keberadaan UU Cipta Kerja ini menjadi turun nilai kemanfaatan hukumnya," ujar Hinca.
Wasekjen Demokrat, Irwan, mengaku senang dengan putusan MK. Dia menyebut DPR harus merevisi dan menjadikan UU Ciptaker menjadi UU yang mewakili aspirasi masyarakat.
"Tentu kami senang dengan putusan MK ini karena sedari awal satu-satunya Fraksi di DPR RI yang menolak UU Cipta Kerja sampai leave adalah Fraksi Partai Demokrat. Itu bagian perjuangan kami terhadap harapan rakyat yang saat itu menolak Omnibus Law. DPR RI tentu harus melaksanakan putusan MK dengan merevisi UU Cipta Kerja ini menjadi UU yang mewakili aspirasi rakyat dan juga semangat untuk pambangunan kesejahteraan Indonesia," individualized organization Irwan.
Anggota Komisi V DPR sekaligus Wasekjen Demokrat, Irwan Fecho. Foto: (dok. istimewa)
Menurutnya, putusan MK mengkonfirmasi sikap dan pernyataan Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait UU Ciptaker. Aturan ini, katanya, menggeser semangat Pancasila.
"Putusan MK ini mengkonfirmasi pernyataan Mas AHY Ketum kami yang menganggap RUU ini menggeser semangat Pancasila karena mendorong ekonomi menjadi kapitalistik dan neoliberalisme. Mas AHY ingin ekonomi yang bernafaskan Pancasila menghendaki pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Negara berkewajiban menghadirkan relasi pengusaha-pemerintah-pekerja (tripartit) yang harmonis," ujarnya.
Irwan menyebut perbaikan UU Ciptaker perlu dimasukkan ke dalam prolegnas prioritas. Sehingga dapat segera dilakukan pembahasan.
"Saya pikir di masa sidang ini tepat waktunya jika ada perubahan prolegnas prioritas tahun 2022 dengan memasukkan Revisi UU Cipta Kerja di dalamnya. Sehingga tahun depan Revisi UU Cipta Kerja bisa dibahas di DPR RI," tutur Irwan.
1. Menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan
2. Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk Undang-undang tidak dapat menyelesaikan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka Undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Nomor 11/2020, harus dinyatakan berlaku kembali,
3. MK menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini. MK juga memerintahkan melarang menerbitkan pelaksana baru.