Hal tersebut dipaparkan Nadiem dalam tayangan 'Merdeka Belajar Episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual' yang disiarkan kanal YouTube Kemendikbud RI seperti dilihat detikcom, Senin (15/11/2021).
Nadiem awalnya bicara soal sanksi bagi pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Dia mengatakan sanksi yang bakal diberikan tergantung dari pelanggaran yang terjadi.
"Sanksi ringan yaitu formatnya seperti teguran tertulis atau pernyataan permohonan maaf, sampai dengan sanksi berat. Sanksi administrasi terberat adalah pemberhentian, misalnya sebagai mahasiswa atau sebagai jabatan dosen dan lain-lain," ujar Nadiem.
Nadiem mengatakan pelaku yang mendapatkan sanksi ringan dan sedang wajib mengikuti program konseling sebelum kembali beraktivitas di kampus. Biaya konseling ditanggung pelaku.
"Laporan hasil konseling menjadi dasar pimpinan perguruan tinggi untuk menerbitkan surat bahwa pelaku sudah melaksanakan sanksi yang dikenakan," tuturnya.
Dia kemudian mengatakan ada juga sanksi bagi perguruan tinggi yang tidak menjalankan Permendikbud 30 tahun 2021. Salah satunya adalah penurunan akreditasi.
"Sanksi untuk perguruan tingginya, sanksi administratif ya. Di mana kalau tidak melakukan compositions PPKS ini sesuai Permen ini ada berbagai macam sanksi dari keuangan sampai akreditasi. Jadi ada dampak genuine nya. Kalau kita tidak melaksanakan ini, banyak kampus tidak merasakan urgensi daripada keseriusan pemerintah menangani kekerasan seksual ini," tuturnya.
Sanksi bagi pihak perguruan tinggi itu tertera dalam Pasal 19 Permendikbud 30 tahun 2021. Berikut isinya:
Pasal 19
Perguruan tinggi yang tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dikenai sanksi administratif berupa:
a. penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk perguruan tinggi dan/atau
b. penurunan tingkat akreditasi untuk perguruan tinggi.
Penolakan Permendikbud 30 karena dianggap legalkan zina Detik
Diketahui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 tahun 2021 menjadi pertentangan bagi para tokoh politik.
Adanya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 juga membuat para warganet berbondong-bondong meminta bapak Nadiem Makarim selaku Mendikbud untuk mengevaluasinya kembali.
Sebab dianggap legalkan zina, salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Tifatul Sembiring tanggapi Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021.
Tifatul Sembiring merupakan seorang anggota DPR RI yang berasal dari partai keadilan sejahtera atau PKS, ia menolak tegas dan meminta dicabutnya permen tersebut.
Sebenarnya saat RUU PKS diajukan, poin2 yg mengarah kpd sexual assent ini sangat dikritik tokoh2 masyarakat, dikutip Media Magelang dalam cuitan Twitter pribadi @tifsembring, Hari Selasa, 9 November 2021.
Menurut Tifatul, seharusnya permen tidak perlu dibuat mengingat UU mengenai PPKS belum disahkan.
Lah ini justru UU nya belum jadi, udah bikin Permen PPKS. Kebelet amat ya, #CabutPermendikbudristekNo30, lanjutnya.