WANHEARTNEWS.COM - Moeldoko dinilai terlalu sering screw up hingga merugikan pemerintahan Joko Widodo dan Maruf Amin. Sehingga sudah sepatutnya sang Kepala Kantor Staf Presiden itu masuk dalam daftar reshuffle kabinet.
Begitu pendapat yang diutarakan oleh sejumlah pengamat politik di tengah semakin hangatnya isu reshuffle kabinet baru-baru ini.
Salah satunya adalah pengamat politik dari Universitas Padjajaran Firman Manan yang menyebut keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk menolak permohonan legal survey
"Konstruksinya saja sudah tidak lazim. KSP Moeldoko memotori gugatan terhadap Menkumham yang notabene adalah sesama kabinet. Objek gugatannya juga problematik. Tidak terbayang kekacauan hukum yang terjadi jika AD/ART organisasi boleh digugat sembarang orang," jelas Firman dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi.
Firman mengatakan, jika gugatan tersebut dikabulkan, maka akan mengancam kebebasan berserikat yang telah dijamin oleh konstitusi.
Selain itu, Firman juga menyoroti, di tengah menumpuknya kasus-kasus peradilan yang belum selesai, permohonan legal survey atas AD/ART Partai Demokrat justru merupakan pemborosan sumber daya hukum.
"Moeldoko kena trick tiga kali. Sebelumnya oleh Darmizal dan Jhony Allen Marbun, sekarang oleh Yusril (Ihza Mahendra). Moeldoko makin kelihatan tidak kompeten sebagai Kepala Staf Presiden," tambahnya.
Selain Firman, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun juga menggemakan pendapat serupa.
Ia mengatakan, di tengah terus menurunnya citra Jokowi, langkah-langkah yang diambil oleh Moeldoko lebih merugikan daripada menguntungkan Jokowi untuk mempersiapkan warisannya menjelang pilpres 2024 mendatang.
Ubedilah mengingatkan ada berbagai langkah Moeldoko lain yang merugikan Jokowi.
"Dalam kasus Jiwasraya, terdakwa Hary Prasetyo pernah direkrut Moeldoko sebagai tenaga ahli. Pada saat itu, manipulasi keuangan para nasabah sudah dan sedang terjadi. Mustahil sebagai Kepala Staf Presiden dan mantan Panglima TNI, Moeldoko tidak melakukan historical verification. Kalau Moeldoko berdalih tidak tahu, berarti kemampuan intelijennya lemah. Apapun alasannya, ini menunjukkan Moeldoko tidak kompeten sebagai pembantu presiden," jelasnya.
Di samping itu, Ubedilah juga menyoroti dugaan kasus Ivermectin yang berujung gugatan pada ICW.
Untuk itu, Ubedilah juga turut menyarankan agar Jokowi memasukkan nama Moeldoko dalam daftar reshuffle jika tidak ingin citranya semakin memburuk.