Begitu yang ditegaskan Ketua Prodi S1 Fakultas Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Dr Tatok Sudiarto, dalam acara diskusi virtual bertema "Evaluasi Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi RI", Selasa malam (21/12).
"Namun anehnya diplomasi RI saat ini terkesan lembek. Bisa jadi hal itu akibat Indonesia seperti telah terafiliasi atau menjadi subordinasi secara ekonomi maupun politik ke negara tertentu, khususnya China. Hal mana sebetulnya afiliasi ekonomi politk seperti ini sangat merugikan Indonesia,” papar Tatok.
Ia menambahkan, dalam hubungan ekonomi dengan China, Indonesia mengalami defisit besar. Hal ini memperlemah ekonomi nasional karena barang impor apapun bisa masuk. Mulai dari sampah, mainan anak, dan berbagai produk lainnya masuk ke Indonesia tanpa ada kebijakan proteksi.
"Pada saat ini terlihat Amerika Serikat (AS) berusaha untuk merebut Indonesia dari pengaruh China. Namun karena sepertinya telah terafiliasi, maka upaya AS tidak mudah. Menjadi agak sulit karena pengaruh China cukup kuat, karena afiliasi politik domestik berubah arah,” ucapnya.
Namun demikian, saat afiliasi Indonesia-China terlihat makin erat, muncul satu hal yang lucu. Yaitu saat China tiba-tiba saja memberi peringatan keras kepada Indonesia agar tidak lagi mengeksploitasi minyak laut lepas di blok Natuna.
"Padahal, blok Natuna adalah wilayah kedaulatan Indonesia. Respons Indonesia dalam hal ini lemah dan tidak terlihat tegas," terangnya.
"Berdasarkan hal-hal di atas, menjadi penting untuk dievaluasi politik luarnegeri dan diplomasi Indonesia setahun terakhir, terutama dalam isu pembangunan, ekonomi, dan gender,” demikian Tatok Suadiarto.(RMOL)