Kejadian ini terjadi ketika Ganjar Pranowo sedang ikut webinar dengan Himpunan Mahasiswa Buddhis (Hikmahbudhi) Selasa 21 Desember. Saat itu pembawa acara bernama Silawati Dayang Ganjar menyambutnya. Di sinilah secara reflek Ganjar langsung bertanya soal nama si pembaca acara itu.
"Itu benar namamu ada Ganjarnya? Jadi bapakmu Ganjar juga namanya?" tanya Ganjar kepada Silawati dalam keterangan tertulis Pemprov Jawa Tengah yang diterima redaksi.
Silawati membenarkan kalau memang ada nama Ganjar. Nama itu bukan nama ayahnya. Nama itu diambil dari sebuah dusun di Desa Mareje, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, NTB.
"Iya Pak, ada. Ganjar itu nama tempat tinggal saya di Lombok. Lebih tepatnya Dusun Ganjar, Pak," jawab Silawati.
"Hah, tempat tinggal namanya Ganjar? Saya kira kamu anakku, dari istri yang mana gitu lho?" kata Ganjar menanggapi kembali sambil melempar gurauan kepada Silawati. Gurauan tersebut juga membuat peserta webinar tertawa.
Sementara dalam webinar bertema "Mempersiapkan Entrepreneur Muda Buddhis dalam Menyongsong Generasi Emas 2045" itu Ganjar Pranowo mengatakan rasio entrepeneur di Indonesia saat ini masih 3,1 persen atau sekitar 8,06 juta orang. Itu merupakan tantangan bagi kita semua karena entrepreneur atau pengusahanya masih sedikit.
"Jadi kalian semua masih memiliki peluang untuk mengisi seratus juta berikutnya. Artinya peluang untuk menjadi entrepeneur sangat banyak," kata Ganjar.
Bicara Indonesia pada tahun 2045 yang merupakan isi emas kemerdekaan Republik Indonesia, bonus demografi mencapai puncak. Tahun itu merupakan tahun milik generasi muda saat ini.
Tinggal kalian mau menunggu atau menjemput. Kalau mau menjemput maka talenta harus dikembangkan lalu melakukan praktik sehingga bisa merasakan bagaimana sakitnya jatuh dan bagaimana enaknya terbang. Di tangan kalianlah kepemimpinan nanti akan diambil," ungkap Ganjar.
Ganjar menambahkan, untuk menyongsong 2045 maka generasi muda perlu memiliki karakter yang kuat. Seperti nasionalis, memiliki spirit kebangsaan, serta kreatif, inovatif dan bisa berkolaborasi.
"Kemampuan adaptif menjadi penting karena biasanya lebih luwes dalam berkomunikasi. Kecerdasan emosional juga harus dikelola selain kecerdasan intelektual," kata Ganjar.
(voi)