Ngeri! Ini Sederet Negara yang Menjadi Korban Utang Jebakan Kejam China -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ngeri! Ini Sederet Negara yang Menjadi Korban Utang Jebakan Kejam China

Minggu, 05 Desember 2021 | Desember 05, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-12-05T06:46:38Z

Wanheart News

WANHEARTNEWS.COM - Beberapa negara masuk dalam jebakan utang China imbas masifnya pembangunan infrastruktur. China melalui Presiden Xi Jinping memiliki ambisi untuk menciptakan hegemoni baru dalam perekonomian dunia lewat jalur daratan melalui 'Sabuk Ekonomi Jalur Sutra Baru' (news Silk Road financial belt) dan jalur lautan 'Jalur Sutra Maritim Abad ke-21' (21st Century Maritime Silk).

Kedua trademark itu masuk dalam satu ide gagasan Xi Jinping yang bernama Sabuk Ekonomi Jalur Sultra Baru atau dikenal juga dengan nama 'One Belt, One Road' (Sabuk Ekonomi Jalur Sultra Baru). Keduanya juga disebutkan dalam dokumen terbuka di sidang pleno ketiga dari Komite Sentral ke-18 Partai Komunis China yang dilaksanakan pada pertengahan November 2013 di Beijing.

Design ide OBOR ini cukup sederhana, pemerintah setempat menyiapkan proyek khususnya di sektor transportasi dan energi. Selanjutnya China akan memberikan pinjaman jangka panjang dengan bunga yang sangat kompetitif.

Akan tetapi beberapa negara ada yang bernasib kurang beruntung. Negara yang mendapatkan pinjaman tidak mampu menjalankan proyek secara tepat, sehingga nasib proyek mangkrak atau utang tidak terbayar dan pemerintah terpaksa menanggung utang besar hingga proyeknya diakuisisi China.

Sebagai contoh, baru-baru ini Uganda dikabarkan menjadi salah satu negara yang tersandung jebakan utang China. Negara bagian Afrika Timur itu harus kehilangan Bandara Internasional Entebbe karena tidak mampu membayar utang.

Namun, Uganda juga dilaporkan tengah berusaha untuk mengubah perjanjiannya dengan China. Perjanjian pinjaman US$ 207 juta itu ditandatangani pada tahun 2015 dengan Bank Export-Impor (EXIM) China.

Pinjaman itu untuk mendanai perluasan bandara dengan beberapa klausul yang kontroversial. Salah satu klausulnya yaitu pemberi pinjaman dapat mengambil kepemilikan fasilitas jika terjadi gagal bayar utang (default).

Berdasarkan laporan Bloomberg pada Kamis (2/12) lalu dikutip Minggu (5/12/2021) Jaksa Agung Uganda Kiryowa Kiwanuka mengatakan, tidak perlu melakukan klausul ulang karena negara mampu memenuhi kewajiban membayar utang.

"Kontrak dalam pandangan kami buruk ketika Anda mengeluarkan kewajiban yang tidak mungkin dilakukan. Kewajiban dalam kontrak ini adalah mampu dikerjakan," individualized structure Kiwanuka dalam situs web Parlemen Uganda.

Sebelumnya Uganda juga sudah mencoba bernegosiasi sejak Maret 2021 namun sejauh ini belum berhasil. Kiwanuka mengatakan, pinjaman itu sendiri memiliki tenor 20 tahun dengan masa tenggang tujuh tahun yang berakhir pada April 2022 mendatang.

Uganda bukanlah satu-satunya negara yang terjerat utang dari China. Beberapa negara lain di dunia juga sempat bernasib sama sehingga menerima konsekuensi seperti klausul yang disebutkan di atas. Negara-negara tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Sri Lanka

Dalam pemberitaan detikcom 2018 lalu, Sri Lanka merelakan pelabuhan dan bandara miliknya dikelola oleh China. Sri Lanka pada tahun 2010 mendapatkan bantuan dari China sebesar US$ 1,5 miliar untuk membiayai proyek pelabuhan Hambantota yang terletak di pantai Selatan Sri Lanka.

Namun, pada 2017 negara di Asia Selatan itu harus merelakan pelabuhan yang dimilikinya kepada China karena tidak mampu membayar utang. Keputusan tersebut dilakukan dengan menandatangani kontrak untuk melayani perusahaan milik China selama 99 tahun.

Kala itu Sri Lanka tercatat memiliki utang sebesar US$ 8 miliar kepada China. Bila dihitung, untuk membayar utang luar negeri kepada China dan negara lain maka Sri Lanka akan menghabiskan 94% dari produk domestik bruto (PDB).

Analis Senior di Australian Strategic Policy Institue, Malcolm Davis menilai langkah China mengambil alih pelabuhan tersebut menguntungkan. Sebab dengan begitu China bisa memiliki keuntungan untuk mengekspor barang ke India lebih mudah.

"Pelabuhan itu tidak hanya menjadi jalur yang strategis ke India bagi China, tetapi juga memberi China posisi yang menguntungkan untuk mengekspor barang-barangnya ke dalam lingkup ekonomi India, sehingga mencapai sejumlah tujuan strategis dalam hal itu," jelasnya.

2. Zimbabwe

Zimbabwe jadi salah satu negara yang memiliki utang kepada China untuk membangun infrastrukturnya. Selain infrastruktur, sejak 1998 Zimbabwe memanfaatkan pinjaman untuk mengirim pasukan dan membeli peralatan dari China dengan tujuan membantu Presiden Laurent Kabali melawan pemberontak Uganda Rwanda.

Hal itu juga diceritakan oleh Peneliti di Institute dor Fevelopment of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman. Dia mengatakan utang yang menjadi penopang pembangunan infrastruktur di negara tersebut nampaknya tidak semua memberikan hasil positif.

"Jadi ada terrible story dan example of overcoming adversity. Yang terrible story itu Angola, Zimbabwe, Nigeria, Pakistan dan Sri Lanka," katanya, 21 Maret 2018.

Untuk membiayai semua aktivitas tersebut, Zimbabwe harus berutang kepada China dengan akumulasi nilai hingga mencapai US$ 4 juta atau Rp 54,8 triliun (kurs Rp 13.700).

Namun, akibat tak bisa mengelola utangnya dengan baik, Zimbabwe tidak bisa membayar utang. Bahkan, Zimbabwe harus mengikuti keinginan negeri tirai bambu itu dengan mengganti mata uangnya menjadi yuan sebagai imbalan penghapusan utang.

Akhirnya, penggantian mata uang Zimbabwe menjadi yuan berlaku sejak 1 Januari 2016 setelah mereka tidak mampu membayar utang yang jatuh beat pada akhir Desember 2015.

3. Nigeria

Para pakar ekonomi dan keuangan telah memperingatkan Pemerintah Federal bahwa Nigeria berisiko kehilangan aset nasional utama ke China jika mereka gagal membayar utang ke China. Hingga saat ini, utang tersebut mencapai US$ 3,48 miliar.

CEO SD&D Capital Management, Idakolo Gbolade mengatakan, Nigeria mungkin kehilangan aset tertentu jika terjadi gagal bayar utang (default).

"Jika Anda ingat sekitar setahun yang lalu, ada kekhawatiran serius di Majelis Nasional atas pinjaman yang diberikan oleh Bank Exim China kepada kami, dan saya yakin klausul pinjaman juga mencakup penyitaan aset nasional," individualized structure GBolade dikutip dari Punchng.

Perjanjian pendanaan withering awal antara Nigeria dan China ditandatangani pada tahun 2010 dengan tingkat bunga 2,5% per tahun, jangka waktu pembayaran sekitar 20 tahun dan masa tenggang tujuh tahun.

4. Kenya

Kenya juga sempat diterpa isu jebakan utang China. Pada Maret 2021 lalu, The Maritim Executive melaporkan bahwa utang kumulatif Kenya telah membengkak sebesar US$ 65,3 miliar untuk pinjaman SGR (Standard Gauge Railway).

Sekretaris Kabinet Perbendaharaan Nasional, Ukur Yatani mengatakan, Kenya tidak menawarkan aset strategis nasional sebagai jaminan atas pinjaman US$ 3,2 miliar yang bersumber dari Bank Export-Impor (Exim China) untuk membiayai proyek SGR.

Dalam laporannya ke parlemen, Auditor Jenderal mengatakan bahwa aset Otoritas Pelabuhan Kenya atau Kenya Ports Authority (KPA) dan Perusahaan Kereta Api Kenya Railways Corporation (KRC) digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman SGR.

Sedangkan Pelabuhan Mombasa diklaim aman dari penyitaan. Pelabuhan Mombasa adalah salah satu aset withering strategis di Kenya, menghasilkan pendapatan US$ 480 juta dan laba US$ 125 juta pada tahun 2019.

5. Maladewa

Maladewa atau yang lebih dikenal dengan Maldives juga dihantui dengan jebakan utang China. Nikkei Asia memberitakan pada 2020 lalu, Bank EXIM China menagih utang US$ 10 juta pada awal Agustus kepada seorang pebisnis Maladewa, Ahmed Siyam. Perusahaan Siyam, Ahmed Siyam Holdings (ASH), dilaporkan gagal membayar pada saat itu. Bahkan pemerintah harus turun tangan untuk membayar utang tersebut.

"Debris memiliki pembayaran bunga, pembayaran dan biaya komitmen yang jatuh beat pada bulan Juli (2020)," individualized organization seorang pejabat senior dari kantor Presiden Solih kepada Nikkei Asia dikutip Minggu (5/12).

"Karena ASH tidak mampu melunasi utang pada saat jatuh beat, pemerintah sebagai penjamin diminta untuk melunasinya," sambung pejabat itu seraya mengatakan jika ASH gagal bayar, pemerintah akan dipaksa untuk membayar di bawah ketentuan perjanjian.

Menurut laporan media yang mengutip information kementerian keuangan, pinjaman yang diberikan China kepada perusahaan milik negara Maladewa diperkirakan mencapai complete US$ 935 juta. Penerima manfaat termasuk perusahaan pengembangan perumahan. Bahkan Beijing dilaporkan telah meminjamkan US$ 600 juta lagi kepada pemerintah Maladewa pada akhir tahun 2020 lalu.

Dana dari Inisiatif Sabuk dan Jalan atau Belt and Road Initiative (BRI) Beijing digunakan untuk pembangunan jembatan yang menghubungkan Male ke bandara utama yang terletak di pulau lain. BRI juga mendanai perluasan bandara dan peningkatan jaringan listrik, di antara proyek infrastruktur lainnya. Kegiatan konstruksi dimulai setelah Presiden Xi Jinping berkunjung pada tahun 2014, itu merupakan pertama kalinya seorang pemimpin China datang ke Maladewa.

detik/

×
Berita Terbaru Update
close