WANHEARTNEWS.COM -Dalam tiga bulan terakhir, harga batu bara naik cukup tajam hingga mencapai 200 dolar Amerika Serikat per ton dari sebelumnya 60 dolar Amerika Serikat per ton.
Namun, penerimaan negara dari ekspor batu bara tersebut masih kecil. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi sejumlah kalangan masyarakat terutama para ekonom.
Mantan Menko Ekuin era Presiden Gusdur, Rizal Ramli menyampaikan, harga komoditas migas yang naik tersebut seharusnya menjadi ladang pendapatan bagi negara dalam bentuk pajak penjualan batu bara, bukan malah merugi.
"Seharusnya negara terima royalti dari ekspor batubara juga dari tadinya Rp 20 miliar bisa harusnya Rp 80-100 miliar," kata Rizal Ramli dalam acara diskusi virtual yang digagas Partai Gelora bertemakan Refleksi Akhir Tahun, Selamat Datang Tahun Politik, Bagaimana Nasib Indonesia di Masa Depan?, Rabu (29/12).
Tapi, menurut sosok yang pernah menjabat Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru tak memanfaatkan momentum tersebut.
"Menteri Keuangan terbaik mendengarkan lobi-lobi dari oligarki batu bara. Maka royalti batu bara dihapus menjadi 0, harusnya pendapatan dari royalti itu bisa dipakai supaya untuk rakyat," tuturnya.
Kemudian, Rizal Ramli juga mengkritisi ihwal tarif listrik yang tidak naik dalam dua tahun terakhir hingga menyusahkan rakyat kecil.
Selain itu, naiknya harga minyak goreng yang dikeluhkan masyarakat membuat perekonomian di Indonesia membingungkan sedang sehat atau tidak.
"Harga sawit naik hampir 100 persen pasarnya di dalam negeri harga minyak goreng juga naik tinggi sekali ibu-ibu mengeluh Kok semuanya naik apa cabe tentu tapi yang lain-lain juga naik semuanya," tutupnya. (RMOL)