Oleh: Yusuf Blegur*
SEMAKIN Anies difitnah dan dibully, semakin publik menaruh simpati dan empati terhadapnya. Semakin Anies direndahkan, semakin tinggi penghargaan yang disandangnya.
Begitulah segala siasat dan framing jahat diarahkan ke Anies, figur yang memiliki trah pahlawan nasional itu, terus mengaktualisasi diri dengan karakter humanis. Caci maki dan hujatan diresponnya dengan keberhasilan program pembangunan.
Anies menyapa kebencian dengan pelbagai prestasi, penghargaan dan dukungan warga yang bahkan tersebar melampaui batas wilayah Jakarta.
Gubernur DKI yang struktur pengalamannya banyak mengenyam dan mengisi waktunya dengan dunia pendidikan. Tentu saja mampu membangun konstruksi kepemimpinan yang terencana, terukur dan memberi solusi bagi permasalahan Kota Jakarta dan warganya.
Berbekal wawasan luas dan ditempa ujian kepemimpinan dan birokrasi sebelumnya. Anies yang pernah menjadi Rektor Universitas Paramadina dan menteri pendidikan, berhasil melaksanakan program pembangunan yang berbasis ilmu pengetahuan, pemanfaatan teknologi dan menata keharmonisan antara masyarakat dengan ekosistem lingkungan.
Sebagai figur pemimpin yang terus bertumbuh dan berkembang. Anies Risyad Baswedan juga tak luput merawat demokrasi dan interaksi sosial politik lainnya pada ranah publik. Kemampuannya dalam mengelola dinamika warga Jakarta membuat Anies didaulat sebagai pemimmpin yang memiliki kemampuan mendengar suara rakyat dan teguh mewujudkan aspirasi sekecil-kecilnya rakyat jelata.
Anies juga membuktikan kebhinnekaan dan kemajemukan bukan sekedar slogan dan narasi simbolik semata. Prinsip-prinsip kesetaraan itu juga dituangkan dalam pembangunan yang mampu menjangkau semua kalangan tanpa teehalang oleh sekat suku, agama, ras dan antar golongan. Pendiri Indonesia Mengajar itu mampu mengelaborasi kepemimpinan dengan pembangunan yang menyejahterakan dan berkeadilan. Sejauh ini tanpa dinding oligarki dan jeruji tirani.
Jadi yang masih penasaran dengan terus menyimpan dan mengumbar iri dengki terhadap Anies. Sebaiknya segera merekonstruksi kemanusiaannya sendiri. Agar dapat menikmati hidup dengan cara yang sehat dan bahagia tanpa kebencian dan dendam politik kesumat. Jangan jadi seperti kalimat satir, susah lihat orang senang dan senang lihat orang susah. Karena Anies tak akan jatuh seperti sampah hanya karena direndahkan. Begitupun pujian kepada Anies, tak akan membuatnya bisa bertengger di puncak langit.
Sejatinya Anies hanyalah orang biasa tapi diberikan kesempatan untuk bekerja luar biasa. Kepemimpinan Anies seperti "given" bukan hanya untuk mengemban amanah penderitaan rakyat semata, lebih dari itu memikul tanggungjawab dirinya sendiri di mata Tuhan. Teruslahlah berketetapan hati memajukan kota dan membahagiakan warga Jakarta. Karena baik buruknya mengurus Jakarta tak ubahnya seperti mengurus Indonesia.
Tetaplah Anies menjadi humanis meski dikelilingi dan dijejali atmosfer antagonis. Anies yang meluas dicintai rakyat, sepertinya memahami makna diksi 'terbentur-terbentur, terbentuk. rmol.id
(*Penulis, pegiat sosial dan aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari)