WANHEARTNEWS.COM - Ketua Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) MUI Yusuf Martak membantah tudingan radikalisme dalam Aksi 212 yang digelar sejak 2016 lalu.
Yusuf Martak membantah tudingan yang menyebut bahwa Aksi 212 sangat kental dengan nuansa radikalisme.
Yusuf Martak membantah tudingan radikalisme dalam Aksi 212 dengan mengundang tokoh lintas agama sebelum acara digelar.
"Bahkan waktu reuini 2019, sebelum acara itu saya mengundang lintas agama di Hotel Sofia dari Hindu, Katholik, Nasrani, Budha. Akhirnya mereka hadir semua," kata Yusuf Martak sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Refly Harun dalam sebuah video yang diunggah pada Sabtu, 29 Januari 2022.
Yusuf Martak menegaskan, selama Aksi 212 berlangsung pihaknya memiliki prinsip untuk saling menghormati terhadap siapapun termasuk tokoh lintas agama yang turut berpartisipasi dalam acara tersebut.
Dia mengatakan, pihaknya memberikan sambutan terhadap peserta Aksi 212 dari kalangan lintas agama dengan penuh rasa hormat bahkan memberinya panggung untuk berbicara.
Bahkan kata dia, para tokoh lintas agama yang diundang dalam Aksi 212 mengaku meneteskan air mata karena tidak menyangka bahwa umat Islam yang bergabung dalam Aksi 212 menunjukkan contoh sikap yang baik.
"Kita hormati naik ke atas panggung dan mereka disambut, dituntun dari bawah sampai atas panggung, mereka nangis meneteskan air mata, tidak menyangka," ujarnya.
Yusuf Martak juga mengaku pernah ditanya oleh salah seorang tokoh lintas agama yang mengikuti Aksi 212 dengan mengenakan kalung bersimbol salib.
Dia tak mempermasalahkan hal tersebut, bahkan mempersilahkan tokoh tersebut untuk menampakkannya agar lebih dihormati sebagai tamu.
"Tadinya dia pikir bayangan dia bakal mengalami perlakuan yang tidak baik, ternyata tidak. Ada salah satu dia bilang 'Ustadz, kalau saya nanti kelihatan kalung salib saya?', saya bilang 'Pakai kalung yang lebih besar, keluarkan dari baju, biar Anda nanti tahu perlakuan (umat Islam)'," katanya.
Lebih lanjut, Yusuf Martak menegaskan bahwa ajaran Islam sangat memuliakan tamu tak terkecuali dari kalangan lintas agama.
"Justru di situ malah dihormati karena dianggap tamu kan? Kita dalam agama Islam itu, menghormati tamu adalah segala-galanya," ujar dia.
Di sisi lain, Yusuf Martak mengungkapkan bahwa pemerintah pusat saat ini seolah tak memberikan ruang untuk diskusi bagi pihak-pihak yang berseberangan secara politik.
Ketika dirinya bersama tokoh GNPF MUI lainnya seperti Ustadz Bachtiar Nasir dan Ustadz Zaitun Rasmin sempat bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara pada tahun 2017 lalu, dia mengatakan tak ada titik temu atau tindak lanjut rekonsiliasi pasca dialog.
"Kita ini tidak pernah diberikan ruang untuk diskusi kan? Saya 2017 ketemu dengan Pak Jokowi, tapi tidak ada tindak lanjut," tuturnya. jar