WANHEARTNEWS.COM - Belanja game di Indonesia sangat besar. Mencapai Rp 30 triliun dalam setahun. Angka ini diperkirakan naik menjadi Rp 35 triliun hingga Rp 40 triliun pada 2025 nanti. Sayangnya hampir seluruh uang belanja game itu mengalir ke luar negeri.
Data belanja kepentingan game tersebut diungkapkan oleh Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno. Dia menjelaskan pada 2020 lalu belanja game di Indonesia naik cukup signifikan sekitar 30 persen.
“Kemarin di 2020 itu USD 1,8 miliar berarti sekitar Rp 30 triliun,” katanya dalam penandatangan kerjasama dengan Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek di Jakarta Rabu (5/1).
Cipto kemudian mengatakan perkirakan angka belanja game ini bakal terus meningkat. Pada 2025 nanti diperkirakan belanja game di Indonesia bisa mencapai USD 2,5 miliar atau sekitar Rp 35 triliun hingga Rp 40 triliun.
Belanja game ini diantaranya adalah untuk pembelian game maupun top up diamond atau sejenisnya. Dia mengakui bahwa uang yang dibelanjakan untuk bermain game itu hampir seluruhnya mengalir ke luar negeri.
Dia mengatakan seratus besar game itu menguasai sekitar 70 persen sampai 75 persen uang yang dibelanjakan para gamers. Sisanya sekitar 25 persen diperebutkan ratusan pengembang game kecil-kecil.
“Kalau kita mainnya di game yang kecil-kecil itu, dapatnya ya remah-remahan saja,” tuturnya.
Untuk itu dia berharap Indonesia bisa memproduksi game-game berkualitas yang bisa masuk ke jajaran papan atas. Sehingga uang belanja game bisa berputar di dalam negeri. Tidak sampai dinikmati pengembang asing.
Menurut Cipto ada sejumlah tantangan dalam pengembangan game di Indonesia. Diantaranya adalah teknologi game sangat cepat berkembang.
Sebelumnya orang bermain game dengan perangkat konsol. Kemudian berkembang di perangkat mobile. Lalu sekarang adanya ekosistem Metaverse, NFT, dan Blockchain yang bisa mendorong transformasi teknologi game.
Dalam kerja sama tersebut, Cipto mengatakan diharapkan bisa lahir game-game lokal hasil kolaborasi dengan dunia pendidikan vokasi. Yaitu di jenjang SMK dan politeknik.
Dia mengatakan tantangan dalam pembuatan game di lingkungan pendidikan selama ini adalah, pengajarnya belum pernah terjun di dalam industri game. Sehingga anak-anak hanya mendapatkan pembelajaran secara teori.
Penandatangan kerja sama itu dihadiri langsung Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Wikan Sakarinto mengatakan jangan sampai penandatanganan kerja sama ini hanya seremonial semata. Dia berharap dalam waktu satu sampai dua tahun ke depan, bisa lahir lima sampai sepuluh game lokal yang diterima pasar gamers.
Menurutnya industri game sangat luas. Melibatkan banyak keahlian. Mulai dari programmer, desainer, dan lainnya. Dia berharap dari sekian besar uang belanja game tersebut, sekian persen tidak keluar negeri.
“Harapannya bisa berputar di dalam negeri untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Wikan menuturkan game memiliki banyak aspek. Tidak hanya membuat anak menjadi kecanduan, tetapi juga bisa disisipi pendidikan sejarah, belajar bahasa Inggris, dan lainnya.
Dia mencontohkan banyak game di luar negeri yang berlatar belakang kerajaan Romawi dan lainnya. Dia berharap game serupa bisa dihasilkan di Indonesia.
“Misalnya mengangkat tema Gadjah Mada,” pungkasnya. [fajar]
Data belanja kepentingan game tersebut diungkapkan oleh Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno. Dia menjelaskan pada 2020 lalu belanja game di Indonesia naik cukup signifikan sekitar 30 persen.
“Kemarin di 2020 itu USD 1,8 miliar berarti sekitar Rp 30 triliun,” katanya dalam penandatangan kerjasama dengan Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek di Jakarta Rabu (5/1).
Cipto kemudian mengatakan perkirakan angka belanja game ini bakal terus meningkat. Pada 2025 nanti diperkirakan belanja game di Indonesia bisa mencapai USD 2,5 miliar atau sekitar Rp 35 triliun hingga Rp 40 triliun.
Belanja game ini diantaranya adalah untuk pembelian game maupun top up diamond atau sejenisnya. Dia mengakui bahwa uang yang dibelanjakan untuk bermain game itu hampir seluruhnya mengalir ke luar negeri.
Dia mengatakan seratus besar game itu menguasai sekitar 70 persen sampai 75 persen uang yang dibelanjakan para gamers. Sisanya sekitar 25 persen diperebutkan ratusan pengembang game kecil-kecil.
“Kalau kita mainnya di game yang kecil-kecil itu, dapatnya ya remah-remahan saja,” tuturnya.
Untuk itu dia berharap Indonesia bisa memproduksi game-game berkualitas yang bisa masuk ke jajaran papan atas. Sehingga uang belanja game bisa berputar di dalam negeri. Tidak sampai dinikmati pengembang asing.
Menurut Cipto ada sejumlah tantangan dalam pengembangan game di Indonesia. Diantaranya adalah teknologi game sangat cepat berkembang.
Sebelumnya orang bermain game dengan perangkat konsol. Kemudian berkembang di perangkat mobile. Lalu sekarang adanya ekosistem Metaverse, NFT, dan Blockchain yang bisa mendorong transformasi teknologi game.
Dalam kerja sama tersebut, Cipto mengatakan diharapkan bisa lahir game-game lokal hasil kolaborasi dengan dunia pendidikan vokasi. Yaitu di jenjang SMK dan politeknik.
Dia mengatakan tantangan dalam pembuatan game di lingkungan pendidikan selama ini adalah, pengajarnya belum pernah terjun di dalam industri game. Sehingga anak-anak hanya mendapatkan pembelajaran secara teori.
Penandatangan kerja sama itu dihadiri langsung Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Wikan Sakarinto mengatakan jangan sampai penandatanganan kerja sama ini hanya seremonial semata. Dia berharap dalam waktu satu sampai dua tahun ke depan, bisa lahir lima sampai sepuluh game lokal yang diterima pasar gamers.
Menurutnya industri game sangat luas. Melibatkan banyak keahlian. Mulai dari programmer, desainer, dan lainnya. Dia berharap dari sekian besar uang belanja game tersebut, sekian persen tidak keluar negeri.
“Harapannya bisa berputar di dalam negeri untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Wikan menuturkan game memiliki banyak aspek. Tidak hanya membuat anak menjadi kecanduan, tetapi juga bisa disisipi pendidikan sejarah, belajar bahasa Inggris, dan lainnya.
Dia mencontohkan banyak game di luar negeri yang berlatar belakang kerajaan Romawi dan lainnya. Dia berharap game serupa bisa dihasilkan di Indonesia.
“Misalnya mengangkat tema Gadjah Mada,” pungkasnya. [fajar]