WANHEARTNEWS.COM - Mahasiswa dan generasi muda pada umumnya termasuk dalam kategori kelompok yang rentan terpapar paham radikal terorisme.
Kelompok radikal menyasar anak muda dengan membanjiri narasi intoleransi yang berujung pada tindakan kekerasan dan teror.
Hal itu dikatakan Direktur Pencegahan BNPT RI Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, saat menjadi narasumber pada Seminar Membangun Harmonisasi Nilai-Nilai Berbangsa dan Bernegara pada Generasi Milenial di salah satu universitas swasta di Jakarta, Selasa (25/1/2022).
“Mahasiswa potensial terpapar paham radikal terorisme, terutama generasi milenial dan generasi z karena mereka ini kan masih tumbuh dan berkembang, nilai-nilai wawasan kebangsaannya masih proses pematangan, mereka senang hal-hal yang baru, tantangan yang baru," kata Nurwakhid.
Lebih lanjut, Nurwakhid menjelaskan sikap eksklusif dan intoleran adalah watak dasar dari radikalisme yang menjiwai semua aksi terorisme.
Semua pelaku teror pasti berpaham radikal, meskipun tidak semua individu atau kelompok yang berpaham radikal serta merta akan menjadi terorisme.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Pencegahan BNPT itu melakukan pretest potensi radikalisasi dalam waktu lima menit kepada mahasiswa.
Ia memberikan pertanyaan yang seringkali digunakan kelompok radikal dalam mendoktrin generasi muda, semisal dikotomi hukum negara dan agama.
Dari simulasi tersebut sangat mengejutkan karena didapati ada mahasiswa yang memiliki pemahaman takfiri.
Menyikapi hal tersebut, mantan Kabagbanops Densus 88 Polri ini berpendapat bahwa mahasiswa sangat rentan disusupi paham radikal karena masih memiliki kontrol emosi yang labil yang sangat berpotensi untuk dilakukan radikalisasi.
“Bayangkan saja kalau mereka selalu rutin mendengar dan melihat konten-konten di dunia maya tentang pemahaman radikal, itu akan tertanam dari pikiran dan alam bawah sadarnya,” jelasnya.
Menurutnya, ideologi radikal terorisme tidak bisa dilihat tetapi hanya bisa dirasakan.
Paham ini sangat berbahaya seperti virus yang potensial pada setiap individu manusia.
“Terorisme tidak ada kaitannya dengan agama apapun karena tidak ada satu agamapun yang membenarkan semua tindakannya, namun ia terkait dengan pemahaman dan cara beragama yang salah dan menyimpang dari oknum umat beragama,” tegasnya.
Setelah mempraktekkan cara indoktrinasi kelompok radikal terorisme, Nurwakhid juga melakukan vaksinasi paham radikal terorisme dengan cara melakukan rehabilitasi ideologis.
Pancasila, menurutnya, merupakan vaksin ideologi terbaik dalam melakukan moderasi kebangsaan dan keagamaan untuk menangkal virus radikalisme.
“Setelah mereka merasakan sudah tersusupi paham itu, baru kita berikan vaksinasi pembangunan wawasan keagamaan dan wawasan kebangsaan sebagai vaksin ideologi,” tutur mantan Wakil Komandan Resimen Taruna (Wadanmentar) Akpol ini. trb