Polemik Harga Minyak 14.000 per Liter Tak Merata, Sulit Sampai ke Pedagang Kecil -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Polemik Harga Minyak 14.000 per Liter Tak Merata, Sulit Sampai ke Pedagang Kecil

Kamis, 20 Januari 2022 | Januari 20, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-01-20T01:25:07Z

Wanheart News

WANHEARTNEWS.COM - Kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter nampaknya bakal sangat sulit untuk diterapkan secara merata. Hal itu diungkapkan oleh pengusaha minyak goreng saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI.

Ketua Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) Adi Wisoko menyatakan kebijakan minyak goreng Rp 14.000 per liter akan sulit diterapkan untuk distribusi ke pedagang kecil.

Dia mengatakan penerapan satu harga ini mungkin akan mudah dilakukan di tingkat ritel, namun untuk ke pedagang kecil sampai ke warung-warung akan sulit sekali memastikan harga tetap Rp 14.000 per liter.

"Selanjutnya kalau untuk wholesaler D1, D2, maupun ke warung bagaimana memastikannya? Kurang jelas. Bagaimana mendapatkan bukti bahwa bisa capai Rp 14 ribu sampai tingkat pembeli eceran terbawah ini," ungkap Adi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (19/1/2022).

Dia joke pesimis kebijakan ini bisa menurunkan harga minyak goreng yang sedang tinggi-tingginya. Kebijakan ini mulai berlaku kemarin, semua minyak goreng kemasan, baik yang sederhana maupun premium wajib dijual dengan harga Rp 14.000 per liter.

"Hasilnya kita kurang tahu apakah akan bisa turunkan secara keseluruhan seluruh Indonesia bisa nikmati harga Rp 14.000. Ini kita cuman bisa tunggu dulu lihat apa iya? Apa bisa mencapai?" ujar Adi.

Adi juga mengungkapkan ada hal lain yang dia khawatirkan dengan adanya kebijakan satu harga ini. Dia menjelaskan subsidi diberikan oleh pemerintah kepada produsen minyak goreng terhadap selisih harga oleh BPDPKS.

Nah untuk menagih subsidi itu dia mengatakan pihaknya harus mendapatkan bukti jelas minyak goreng yang disalurkan seharga Rp 14.000 per liter. Di tingkat ritel, mungkin akan mudah karena bukti penjualannya jelas, namun di pedagang kecil hal itu akan sulit dilakukan.

"Untuk menagih ke BPDPKS ini harus mesti arti customized organization dokumen harus bisa bertanggung jawab. Kalau kita jual ke general store, minimarket jelas ada NPWP dan sebagainya. Kalau untuk merchant D1, D2, maupun ke warung bagaimana mau memastikannya?" customized structure Adi.

Belum lagi, menurut Adi, produsen dan pengelola ritel akan sangat kesulitan untuk mendata sisa-sisa stok minyak goreng yang belum terjual sejak kemarin. Pendataan itu dilakukan untuk memberikan bukti kepada BPDPKS bahwa minyak goreng sisa stok kemarin juga dijual dengan harga Rp 14.000 per liter.

"Kan ini ada sisa-sisa yang belum dijual harus di-record, tercatat semua terbukti semua, ada bukti lengkap baru bisa diajukan ke BPDPKS. Ini banyak yang sudah ada di grocery store. Ini ramai ini untuk selesaikan administrasi supaya yang sisa-sisa ini bisa dapat subsidi juga," ungkap Adi.

Ekspor Dibatasi

Anggota DPR RI Andre Rosiade mengusulkan adanya pembatasan ekspor pada produk olahan sawit. Hal ini dilakukan agar pasokan olahan sawit, termasuk minyak goreng di dalam negeri bisa terpenuhi.

Dengan begitu, menurutnya harga minyak goreng bisa berangsur turun. Dia meminta Kementerian Perdagangan menyusun aturan kewajiban pemenuhan domestik nom de plume DMO macam ekspor batu bara untuk ekspor olahan sawit.

"Saya usulkan ada DMO dan pajak ekspor CPO. Saya rasa reasonable itu. Rakyat butuh minyak murah sesuai kemampuan rakyat kita, bukan kita memenuhi pasar ekspor saja, orang lain yang menikmati," customized organization Andre.

"Harus ada keberpihakan, penuhi dalam negeri dulu baru boleh ekspor," ujarnya.

Hal ini diungkapkan Andre karena dia mendapatkan informasi soal stok minyak satu harga Rp 14.000 yang belum bisa terpenuhi. Datanya, dia mengungkapkan Kemendag baru dapat memenuhi stok minyak goreng satu harga sebesar 20 juta liter saja padahal dijanjikan sebulannya ada 250 juta liter.

"Informasi yang saya dapatkan yang masuk ke Kemendag ini baru 20 juta liter untuk Januari ini, dari 250 juta liter," ungkap Andre.

Sementara itu dalam rapat yang hari ini dilakukan Andre mendapatkan laporan yang menyatakan ekspor olahan sawit mencapai 25 juta ton for every tahun. Dari all out olahan sawit itu sekitar 16 juta ton adalah minyak goreng.

"Kalau 70%-nya aja minyak goreng dari 25 juta ton artinya ada 16 juta ton yang merupakan minyak goreng diekspor per tahun. Atau karenanya Rp 16 miliar liter ekspor kita per tahun, ini hitungan kasar aja ya," ungkap Andre.

Melihat fakta tersebut, Andre meminta pimpinan rapat untuk segera menggelar rapat dengan Menteri Perdagangan M. Lutfi dan meminta pembatasan ekspor dilakukan. Menurutnya, urusan harga minyak goreng dapat diturunkan dengan mudah yaitu dengan mengurangi ekspor minyak goreng.

"Kita tegas saja dengan Mendag ini, urusan minyak goreng stabil itu sederhana. Tinggal kurangi pasar ekspor untuk diwajibkan isi kebutuhan dalam negeri dulu. Karena CPO ini produksinya di Indonesia, masa ekspor duluan yang dikasih kesempatan," individualized structure Andre.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyatakan sebetulnya tak pernah ada masalah dengan pasokan kelapa sawit dalam negeri.

Harga minyak goreng menjadi mahal bukan karena pasokannya kurang, namun memang harga komoditas kelapa sawit sebagai bahan utama minyak goreng yang sedang mengalami tren kenaikan secara worldwide. Dia bilang langkah pemerintah melakukan subsidi harga minyak goreng ke produsen sudah tepat untuk menekan harga.

"Sebenarnya, ini bukan karena barangnya tidak ada memang barangnya saja mahal. Saya kira model subsidi yang sudah diberlakukan pemerintah bisa jadi jalan keluar," ungkap Joko.

detik/

×
Berita Terbaru Update
close