WANHEARTNEWS.COM - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutus bersalah Heru Hidayat melakukan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara Asabri.
Namun demikian, dalam putusan itu tidak ada hukuman pidana penjara, padahal Jaksa Penuntut umum (JPU) menuntut hukuman mati bagi koruptor yang merugikan Rp 22, 8 triliun itu.
Menanggapi hal itu, Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad menegaskan, putusan tersebut aneh dilihat dari aspek rasa keadilan masyarakat. Ia juga menyebut, putusan tersebut menciderai nalar hukum.
“Putusan ini jauh dari tuntutan pidana dari penuntut umum dan menciderai nalar hukum. Karena orang yang merugikan negara dengan sangat banyak malah tidak diberi pidana penjara,” terang Suparji, Rabu (19/1).
Ia berpendapat, putusan tersebut memang harus dihormati, namun patut dikritisi.
Salah satu yang perlu dieksaminasi adalah pertimbangan hakim yang berkutat pada tidak dimasukkannya Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor dalam surat dakwaan, yang kemudian menjadi dasar tidak diberinya sanksi pidana.
“Hakim terkesan terbelenggu pada konsep keadilan prosedural namun bukan keadilan substantif yang diharapkan olah masyarakat luas. Hakim seharusnya progresif untuk menemukan hukumnya bukan menyerah pada sifat prosedural hukum dengan menafikan rasa keadilan masyarakat,” terangnya.
“Dapat dibayangkan Heru Hidayat dihukum seumur hidup dalam perkara tipikor Asuransi Jiwasraya dengan kerugian negara yang timbul sebesar Rp. 16,7 Triliun. Akan tetapi tanpa menjatuhkan hukuman pidana kepada Heru Hidayat dalam kasus Asabri padahal kerugian yang timbul lebih besar yaitu Rp. 22,7 Triliun,” sambungnya.
Suparji juga menilai, hakim terkesan tidak melihat akibat yang mungkin terjadi apabila Heru Hidayat menggunakan upaya hukum peninjauan kembali atas putusan perkara tipikor AJS yang untuknya dijatuhi hukuman seumur hidup. Dan putusan peninjauan kembali tersebut, umpamanya memutuskan dengan hukuman pidana penjara 10 tahun atau 15 tahun.
“Itu artinya Pengadilan telah memutuskan 2 (dua) perkara tipikorAJS dan Asabri dengan total kerugian keuangan negara sekitar Rp. 39 Triilun dengan hukuman pidana yang teramat ringan yaitu 10 tahun atau 15 tahun,” ulasnya.
Suparji Ahmad mendukung sikap Jaksa Penuntut Umum yang langsung menyatakan banding dengan tanpa mengurangi penghormatan atas putusan hakim.
Upaya Hukum Banding ini, menurut Suparji merupakan upaya Jaksa Penuntut Umum untuk menegakkan rasa keadilan masyarakat yang terluka dan menegaskan bahwa hukum itu tajam ke atas dan tumpul ke bawah.
"Kita berharap Putusan Banding nantinya Hakim akan progersif dan mengutamakan keadilan substantive untuk mengobati rasa keadilan masyarakat yang terluka atas putrusan tingkat pertama," pungkasnya. [rmol]