WANHEARTNEWS.COM - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) baru saja mendapatkan temuan mengejutkan soal masalah yang terjadi pada goodbye niaga minyak goreng di Indonesia.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyatakan sejauh ini ada tiga masalah besar penyimpangan yang terjadi pada transaksi minyak goreng. Namun yang jelas, menurutnya sejauh ini minyak goreng masih yang ada di Indonesia masih langka dan mahal.
"Kalau kita lihat apa yang terjadi belakangan ini ternyata minyak goreng masih langka," ungkap Yeka, dalam diskusi virtual, Selasa (22/2/2022).
Berikut temuan Ombudsman:
1. Pembatasan Pasokan
Menurut Yeka, masalah yang pertama adalah pembatasan pasokan minyak goreng. Dia menduga kelangkaan minyak goreng terjadi karena adanya pembatasan stok yang diberikan merchant kepada toko ritel.
"Masih terjadi pembatasan stok, artinya merchant membatasi ke agen, agen batasi ke ritel," ungkap Yeka dalam konferensi pers virtual, Selasa (22/2/2022).
Pihaknya juga menduga ada upaya dari merchant minyak goreng yang justru lebih memilih untuk memberikan produksinya ke industri yang bisa membayar lebih mahal dibandingkan menjual ke masyarakat dengan HET yang sudah ditentukan.
"Bisa saja perusahaan minyak goreng ini utamakan konsumen industri yang berikan harga lebih tinggi. Akhirnya yang jadi masalah adalah balik lagi semua ke masyarakat yang tidak bisa mendapatkan stok minyak goreng," ujar Yeka.
Hal ini diduga terjadi di beberapa provinsi, mulai dari Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jambi, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.
2. Penyusupan Stok ke Pasar
Temuan kedua adalah adanya penyusupan stok minyak goreng ke pasar tradisional. Ombudsman melihat ada kecenderungan banyak pedagang pasar justru membeli minyak goreng bukan dari merchant atau agen, justru dari toko ritel.
Pasalnya, stok dari toko ritel selalu tersedia dan harganya tetap Rp 14.000. Setelah mendapatkan stok minyak goreng, pedagang menjualnya lagi langsung ke pasar tradisional dengan harga lebih tinggi dari HET.
"Banyak pedagang di pasar, ternyata langsung membeli dari ritel current. Kemudian dijual lagi oleh dia di pasar dengan harga tinggi," ungkap perwakilan Ombudsman Jawa Barat, Fitry Agustine.
Dalam temuan Ombudsman hal ini terpantau terjadi di Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.
3. Pembelian Minyak Goreng Bundling
Penyimpangan berikutnya adalah terjadi syarat pembelian moniker packaging minyak goreng. Masyarakat diminta untuk membeli minyak goreng dengan syarat membeli barang lain dari toko tersebut.
Hal ini terjadi di banyak provinsi, dari pantauan Ombudsman hal ini terjadi di Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, hingga Maluku Utara.
"Jadi kami juga menemukan ada persyaratan khusus untuk beli minyak goreng murah. Dia harus dengan pembelian paket barang yang lain," ungkap Budhi Masturi perwakilan dari Ombudsman Jawa Tengah.
Syarat macam ini ada juga yang berupa bentuk participation, masyarakat dipaksa untuk menjadi part sebuah toko baru bisa membeli minyak goreng murah.
Hal ini terjadi di Jawa Timur, perwakilan Ombudsman Jawa Timur Achmad Azmi mengatakan pihaknya menemukan ada toko yang mewajibkan participation kepada pelanggannya untuk bisa membeli minyak goreng.
"Kami temukan ada yang harus jadi part, bila sudah jadi part baru bisa beli. Jadi dia misalnya part yang merah bisa maksimal beli 1 liter, kemudian part yang lebih tinggi bisa beli 4 liter," papar Achmad Azmi.