WANHEARTNEWS.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga, Pasal 11 ayat (1) huruf b dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Kepegawaian KPK, memang sengaja diselundupkan oleh para Pimpinan KPK.
Dia menduga, beleid tersebut sengaja untuk menjegal para mantan pegawai KPK, agar tak bisa kembali bekerja di lembaga antirasuah tersebut.
“ICW menduga Pasal 11 ayat (1) huruf b dalam Perkom 1/2022 memang sengaja diselundupkan oleh para Pimpinan KPK,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (11/2).
ICW ingin mengingatkan kepada Pimpinan KPK bahwa pemberhentian 56 pegawai KPK itu bermasalah.
Sebab, proses penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terbukti melanggar HAM dan malaadministrasi. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Komnas HAM dan Ombudsman RI.
Menurut Kurnia, jalan satu-satunya untuk mengembalikan eks Pegawai KPK bisa bekerja kembali di lembaga antirasuah tersebut hanya dengan merevisi PerKom 1/2022.
“Namun, itu akan sulit terealisasi jika Firli Bahuri masih memimpin KPK. Maka dari itu, tahun 2023 nanti, pelanggar etik itu sebaiknya tidak lagi diberikan kesempatan untuk mendaftar sebagai calon Pimpinan KPK,” cetus Kurnia.
KPK secara kelembagaan telah menjelaskan maksud dari Perkom 1/2022. Sekjen KPK Cahya Harefa menegaskan, aturan baru tersebut sebagai upaya menerapkan tata kelola kepegawaian yang mengacu pada pendekatan merit sistem sebagaimana berlaku dalam manajemen ASN. Karena itu, KPK menerbitkan Perkom 1/2022 yang telah diundangkan sejak 27 Januari 2022.
Perkom ini bersifat umum dan patuh menginduk pada peraturan tentang ASN yang berlaku. Tidak ada maksud sama sekali untuk mencegah secara inkonstitusional pihak-pihak tertentu bergabung menjadi pegawai ASN KPK,” ujar Cahya.
Cahya menjelaskan, Perkom 1/2022 sekaligus memperbarui peraturan-peraturan komisi sebelumnya yang sudah tidak relevan dengan beralihnya status pegawai KPK menjadi bagian dari ASN berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019.
Menurut Cahya, penyusunan Perkom 1/2022 tersebut merujuk pada UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, serta PP Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Mengingat KPK sebagai lembaga yang diberi mandat untuk melaksanakan tugas pemberantasan korupsi sebagai sebuah kejahatan yang kompleks, maka Perkom ini juga mengatur bahwa dalam hal KPK butuh penguatan fungsi dan organisasi dapat meminta dan menerima penugasan dari PNS dan Polri sesuai ketentuan perundangan yang berlaku,” ucap Cahya.
KPK juga dapat melakukan pengadaan pegawai setelah memperoleh ketetapan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dengan tetap mengacu pada standar kompetensi jabatan. Dia memastikan, syarat-syarat untuk dapat menjadi pegawai ASN KPK dalam Perkom tersebut tetap mengadopsi pada Pasal 23 PP Nomor 11 tahun 2017.
Meski demikian, terdapat penyesuaian pada Pasal 6 dan 11 Perkom 1 Tahun 2022, yakni dengan menambahkan frasa ‘pegawai komisi’, karena pegawai komisi sebelum ASN tidak termasuk dalam kategori TNI, Kepolisian, atau Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tercantum Pasal 23 PP Nomor 11 tahun 2017.
Sehingga Perkom ini menjadi penting untuk menambahkan frasa ‘pegawai komisi’. Hal ini dilakukan, agar terdapat penyelarasan dan harmonisasi terhadap substansi ketentuan di dalam PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Hal ini juga mengingat peralihan status pegawai KPK menjadi ASN terjadi setelah PP tersebut diundangkan. Karena itu, maka pihak-pihak yang tidak memenuhi kriteria pada pasal dimaksud, tentu tidak bisa menjadi pegawai atau PNS KPK.
Oleh karena itu, KPK berharap, alumni KPK dapat terus berkiprah dalam berbagai upaya pemberantasan korupsi melalui tugas dan fungsinya masing-masing. Baik di kementerian, lembaga, ataupun organisasi sosial masyarakat lainnya.
“Kita dapat terus berkolaborasi dengan satu tujuan mulia yaitu mewujudkan Indonesia yang makmur bersih dari korupsi,” tegas Cahya menandaskan.
Sumber: JawaPos