WANHEARTNEWS.COM - Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kapolda Jawa Tengah, Irjen Ahmad Luthfi dan Kapolres Purworejo, AKBP Fahrurozi untuk diperiksa Propam Polri.
Pemeriksaan ini penting untuk menggali adanya perintah atau tidak, atas tindakan represif aparat kepolisian di Desa Wadas,Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Terlebih, sebanyak 67 warga di Desa Wadas dilakukan penangkapan. Dugaan penangkapan yang terjadi pada Selasa (8/2) lalu, berpotensi melanggar hukum.
“Bila terbukti ada pelanggaran prosedur yang dilakukan bawahannya maka harus dicopot oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya, Sabtu (12/2).
Hasil penelusuran IPW di Desa Wadas, melihat ada dalih pengamanan maupun upaya paksa dari Polda Jateng untuk menangkap warga. Ini juga merupakan sejarah buruk dan pelanggaran HAM.
Tindakan tersebut, lanjut Sugeng, bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pasal 28B ayat 1 UUD 1945 disebutkan, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Sementara pasal dalam UUD 1945 itu dimasukkan kembali dalam pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
“Bahkan UU HAM secara tegas menyatakan penangkapan seseorang tidak boleh sembarangan. Hal ini termaktub pada pasal 34 yang berbunyi, setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang,” papar Sugeng.
Sugeng menduga, aparat kepolisian di Polda Jateng melakukan tindakan kesewenangan, karena telah menangkap 67 warga Desa Wadas yang tidak bersalah. Kendati, sehari kemudian mereka yang ditangkap dibebaskan.
“Peristiwa pelanggaran ini menjadikan kegaduhan di masyarakat dan menjadikan citra Polri di masyarakat merosot,” papar Sugeng.
Selain diduga melanggar UUD 1945 dan HAM, Polda Jateng juga disebut melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) melalui penangkapan yang masif dan terstruktur melalui kriminalisasi penduduk di Desa Wadas, Purworejo tersebut. Padahal aparat kepolisian tahu betul untuk menangkap seseorang harus melalui prosedur yang diatur dalam perundang-undangan.
“Menurut Pasal 1 angka 20 KUHAP dijelaskan, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Bahkan, dalam melakukan penangkapan itu, anggota kepolisian harus memiliki surat tugas dan surat perintah penangkapan,” ujar Sugeng.
Sugeng menegaskan, berdasarkan aturan KUHAP, penangkapan, panahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang. Serta hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan Undang-Undang.
Perlakuan Polda Jateng dalam melakukan penangkapan tersebut juga melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Dimana dalam pasal 6 ayat 1 disebutkan, setiap anggota Polri wajib menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat.
“Tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,” cetus Sugeng.
Oleh karena itu, IPW meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit tak segan mencopot Kapolda Jateng dan Kapolres Purworejo terlebih dulu, kemudian diperiksa oleh Propam Polri terhadap pelanggaran UUD 1945, HAM dan Kuhap serta Perkap. Disamping itu, IPW mengusulkan agar DPR untuk membuat Panitia Khusus (pansus) pelanggaran HAM Wadas serta penyelidikan menyeluruh dari Komnas HAM.
“Pasalnya, hal ini perlu dilakukan untuk perbaikan dan pembenahan di tubuh institusi Polri ke depan agar dicintai masyarakat,” tandas Sugeng.
Tidak Ada Kekerasan
Sebelumya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengklaim tidak ada aksi kekerasan aparat di Desa Wadas, Kecmata Bener, Sukoharjo, Jawa Tengah. Dia mengklaim jika proses pengukuran tanah berjalan lancar.
“Selama pelaksanaan pengukuran tahap satu tidak ada terjadi kekerasan anggota Polri kepada masyarakat dan kegiatan berjalan lancar,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (9/2).
Ramadhan menjelaskan, pihaknya telah melakukan negosiasi kepada sejumlah warga baik yang setuju maupun yang tidak setuju terkait pembangunan tersebut. “Juga dilakukan pendampingan untuk memastikan tidak terjadi kekerasan atau pelanggaran personel,” imbuhnya.
Dalam proses pengukuran tanah pada Selasa (8/2) kemarin, pukul 17.00 WIB tim pengukur dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan aparat keamanan sudah meninggalkan Wadas. Pengukuran tanah telah selesai dilakukan kepada 144 dari 150 bidang tanah yang ditargetkan.
Diketahui, Polda Jawa Tengah menjaga ketat area konflik pembangunan Waduk Bener, di Desa Wadas, Purworejo. Hal ini menyusul masih adanya penolakan dari sejumlah warga terhadap upaya ganti rugi atas pembebasan lahan.
Kabid Jawa Tengah Kombes Pol Iqbal Alqudusy mengatakan, pihaknya mengerahkan ratusan personel gabungan untuk menjaga lokasi. “Kalau gabungan ada sekitar 300an personel,” ucapnya saat dihubungi JawaPos.com, Selasa (8/2).
Pengamanan dilakukan atas permintaan Badan Pertahanan Nasional (BPN) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sebab, Waduk Bener sudah masuk dalam program pembangunan strategis nasional.
Sejauh ini ada 70 petugas BPN yang bekerja melakukan pengukuran tanah di Desa Wadas. Namun, masih ada sekelompok warga yang menolak pembebasan lahan. Pada Selasa (8/2) bahkan 23 orang telah diamankan karena diduga membawa senjata tajam dan menjadi provokator.
Sumber: Jawapos