WANHEARTNEWS.COM - Pencairan jaminan hari tua (JHT) yang diubah menjadi hanya bisa dilakukan pada usia pensiun atau 56 tahun ditolak oleh kaum buruh.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Mirah Sumirat mengatakan, banyak kaum buruh yang tidak bisa menerima kebijakan tersebut, yang dituangkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah lewat Permenaker 2/2022.
Paling tidak, dijelaskan Mirah, hal itu terlihat dari sikap LKS Tripartit Nasional yang belum memberikan persetujuan kepada Menaker atas penerbitan Permenaker 2/2022 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
"Saya sudah konfirmasi kepada teman-teman yang duduk di LKS Tripartit Nasional, mereka sudah diajak bicara (oleh Kemnaker), tetapi tidak ada persetujuan," ujar Mirah dalam diskusi Polemik bertajuk "Quo Vadis JHT" secara virtual pada Sabtu (19/2).
Di dalam rapat tripartit bersama Kemnaker, dijelaskan Mirah, Ida Fauziah baru membahas rencana penerbitan Permenaker 2/2022 dengan Badan Pekerja LKS Tripartit Nasional.
"Jadi proses-proses ini baru di level badan pekerja. Keputusan yang sahih itu di rapat pleno, setuju atau tidak setuju. Kalau masih di proses badan pekerja pemerintah tidak boleh mengeluarkan sebuah regulasi atau peraturan-peraturan yang terkait dengan pekerja," tuturnya.
Maka dari itu, Mirah menegaskan bahwa sikap kaum buruh sampai saat ini menolak aturan penundaan pencairan JHT di usia 56 tahun. Karena, aturan ini tidak sesuai dengan kondisi para pekerja yang sangat terdampak pandemi Covid-19.
"Dari sejak awal diterbitkan Permenaker (2/2022), akal sehat saya masih belum menerima, bagaimana mungkin dana pekerja buruh itu ditahan," tuturnya.
"Ini yang masih belum diterima kami, yang padahal situasinya kini melebihi dari krisis 98," demikian Mirah.
Sumber: rmol