WANHEARTNEWS.COM - Pembentukan ibu kota negara (IKN) baru dinilai terkesan tidak lazim. Pasalnya, proses pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-Undang (UU) sangat cepat bagai kilat, bahkan terkesan menghindari diskusi publik.
Demikian disampaikan oleh Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (4/2/2022).
Padahal, kata dia, pembentukan dan pemindahan ibu kota seharusnya sangat mudah. Sebab, semua prosedur sudah tertulis jelas di dalam UU dan Konstitusi.
Hal ini diatur di Bab VI, Penataan Daerah, dari Pasal 31 hingga Pasal 56, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Khususnya Bagian Ketiga: Penyesuaian Daerah, Pasal 48 hingga Pasal 56, yang mengatur antara lain pemindahan ibukota: Pasal 48 ayat (1) huruf d.
UU tentang Pemerintahan Daerah tersebut merupakan perintah Konstitusi UUD yang tertuang di dalam BAB VI, Pasal 18 hingga 18B, tentang Pemerintah Daerah. Pasal 18 ayat (7) berbunyi Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
"Karena itu, pembentukan kota dan pemindahan Ibu Kota yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut di atas melanggar UU Pemerintahan Daerah, dan juga melanggar Konstitusi," jelasnya.
Ia menilai, pembentukan dan penetapan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara jelas tidak sesuai peraturan perundang-undangan seperti dijelaskan di atas. Artinya, tidak sesuai Konstitusi.
"Kondisi ini diperparah dengan upaya “zigzag” dalam penetapan IKN Nusantara, yang hasilnya juga melanggar UU dan Konstitusi," jelasnya.
Ia menerangkan, upaya “zigzag” ini untuk mengambil jalan pintas. Terutama, mencari kelemahan hukum, menghindari prosedur normal sesuai UU dan Konstitusi.
"Yang menyedihkan, upaya “zigzag” hukum ini semakin sering dilakukan. Dan terbukti, beberapa UU (atau Pasal dalam UU) dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi," kata dia.
Menurutnya, begitu juga dengan IKN Nusantara, yang tidak lagi dalam bentuk kota atau daerah. Tetapi dianggap sebagai sebuah kawasan administrasi dalam bentuk Otorita.
"Hal ini dilakukan agar pembentukan kota dan Ibu Kota dapat dilakukan secepat kilat. Tidak perlu persetujuan DPRD setempat dan persyaratan lainnya seperti perintah UU Pemerintah Daerah," tuturnya. akurat