Oleh: Adian Radiatus
ENTAH memang memiliki pola cara membangun Jakarta atau karena serangan pembusukan via perundungan yang cukup massif terhadap sosok Anies Baswedan, sehingga tingkat popularitasnya terus meroket di mata publik.
Ditilik dari karakter kepemimpinannya memang cenderung tenang, kalem, sabar, dan pendengar yang baik. Tetapi dilihat dari kewibawaan, kharisma dan ketegasan, serta performance masih ada ruang 'sunyi' yang menyertainya. Hanya saja protokoler Kegubernuran dapat menutup situasi semacam itu.
Apapun juga seorang Anies Baswedan sejak terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta telah mendapatkan performanya dampak ketenangan sikap yang ditampilkannya ketika beragam masalah datang mengadangnya yang terkadang bertubi-tubi.
Esensi seorang Anies Baswedan bagi warga Jakarta khususnya adalah kebutuhan akan antitesis sosok mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang gagal mempesona secara alami segala sepak terjangnya.
Ahok banyak menampilkan kemasan karakter hasil kerjanya lewat para 'buzzeRp' peliharaannya, sedangkan Anies jauh murni hasil suara publik yang wajar dan independen.
Maka ketika upaya atas nama "penghematan dan efisiensi" Pilkada resmi diundur ke tahun 2024 yang akan datang, tak pelak lagi kekosongan jabatan kepala daerah adalah sesuatu yang patut disayangkan.
Suatu kemunduran manajemen pemerintahan oleh eksekutif dan yudikatif pusat terhadap kehidupan demokrasi otonomi daerah atau otda.
Tetapi sesungguhnya Pemerintah Pusat masih dapat mengembalikan wajah 'bijaksana'nya apabila kevakuman kepemimpinan daerah itu diserahkan kepada kepala daerah yang sama.
Sehingga selain efektif juga memperlihatkan kedewasaan mengurus tata pemerintahan daerah negeri ini. Tapi pandangan semacam ini jangankan dilihat, dilirik saja pun tidak sepertinya.
Memang harus diakui serangan karakter terhadap Gubernur Anies jauh lebih biadab dan berengsek dibandingkan kritikan-kritikan kepada presiden sekalipun. Bahasa kasar, vulgar, dan seronok meluncur dari para buzzeRp tak punya nurani hati itu.
Namun setelah memasuki tahun kelima akhir kepemimpinan resminya, apapun judul negatif yang coba disematkan ke dirinya akhirnya berujung bagai anak panah yang dilepas tapi tak mencapai titiknya.
Dengan kata lain tidak ada kekuatan manapun yang mampu mengungguli Gubernur Anies ketika harus menjawab fitnah dengan fitrah.
(Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik)