Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan Fadli Zon bukanlah penentu sebuah kebenaran dari sejarah.
“Penentu kebenaran sejarah itu bukan Fadli Zon. Tapi, ilmiahnya adalah sejarawan dan forum akademik,” ujar Mahfud saat dikonfirmasi, Jumat (4/3).
Namun demikian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menuturkan pihaknya tidak menutup pintu kritik yang diberikan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut. “Meski begitu, suara Fadli Zon tetap harus didengar oleh rakyat,” katanya.
Mahfud menegaskan pemerintah tidak pernah meniadakan peran Presiden ke-2 RI Soeharto dalam sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949.
Menurut Mahfud, meskipun nama Soeharto tidak ada dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2/2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara, namun dalam naskah akademik di Keppres tersebut nama Soeharto ada. “Itu penjelasan dari sejarahwan UGM yang membenarkan Keppres 2/2022 yang tidak memasukkan nama Soeharto di dalam Keppres. Jadi, dibaca saja agar bacaan sejarahnya komperhensif,” ungkapnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI, Fadli Zon meminta meminta Menko Polhukam Mahfud MD tidak membelokkan sejarah seputar Serangan Umum 1 Maret 1949. Permintaan itu disampaikan Fadli merespons Mahfud yang menyebut Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Panglima Jenderal Besar Soedirman sebagai penggagas Serangan Umum 1 Maret 1949.
Fadli mengatakan, Soekarno dan Hatta masih ditawan di Menumbing, Kepulauan Bangka Belitung saat Serangan Umum 1 Maret 1949 terjadi. Menurutnya, pemerintahan kala itu berada di bawah pimpinan Pemerintahan Darurat RI yang diketuai Sjafroeddin Prawiranegara.
Adapun, perdebatan terkait Serangan Umum 1 Maret 1949 muncul usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tak mencantumkan nama Soeharto.
DPP Partai Berkarya menyindir Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tak mencantumkan nama Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai sosok yang berperan dalam peristiwa itu.
Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso mengingatkan semua pihak agar jangan sekali-kali menghilangkan sejarah. Karena kata Priyo, selain Jenderal Soedirman dan Sri Sultan Hamengku Buwono, ada nama Soeharto dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Sumber: Jawapos