WANEARTNEWS.COM - Jenderal (Purn) yang bergabung dan terkonfirmasi ikut menggugat UU Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) bertambah.
Mereka melakukan uji formil terhadap UU Nomor 3/2022 itu karena dinilai cacat dan terburu-buru dalam pembuatannya.
"Update terakhir yang masuk sudah 5 jenderal dan 1 kolonel," kata kuasa hukum penggugat, Viktor Santoso, kepada wartawan, Minggu (27/3/2022).
Kelima Jenderal (Purn) itu adalah Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto, Letjen TNI Mar (Purn) Suharto, Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, Mayjen TNI (Purn) Prijanto, dan Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD. Nama-nama tersebut sudah dimasukkan dalam perbaikan permohonan di MK.
"Total ada 24 orang pemohon (sebelumnya 12 nama)," ujar Viktor.
Untuk diketahui, Tyasno adalah KSAD pada 1999-2000. Sebelumnya, ia adalah Kepala Bais TNI dan Pangdam Diponegoro.
Sedangkan Mayjen Soenarko lahir pada 1 Desember 1953 dan pernah menduduki jabatan Danjen Kopassus.
Sementara itu, Letjen (Purn) Suharto lahir pada 2 Desember 1947 dan merupakan Komandan Korps Marinir ke-12.
Letjen Suharto merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 1969. Kemudian melanjutkan Sesko pada 1992.
Lalu siapakah Letjen (Purn) Yayat Sudrajat? Jabatan terakhir di militer adalah Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI 2015-2016 dan setelahnya menjadi Sesmenko Polhukam 2016-2017.
Yayat tercatat juga pernah menjadi Direktur Kontra-terorisme Deputi Bidang Kontra-intelijen BIN. Saat ini ia berkiprah di dunia politik dengan duduk di pucuk pimpinan Partai Berkarya.
Selain itu, Viktor menyoroti rencana Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang akan menikahi adik Presiden Joko Widodo (Jokowi) Idayati dalam waktu dekat.
"Terhadap rencana itu tentunya secara pribadi saya mendoakan agar semua berjalan lancar sampai ke pelaminan dan dapat membangun keluarga yang samawa," kata Viktor.
"Namun terhadap kedudukannya sebagai Ketua MK yang juga sebagai Ketua Majelis pada sidang Pleno di Mahkamah Konstitusi, saya berharap beliau dapat mengundurkan diri dari posisi sebagai Ketua MK atau pun sebagai hakim MK demi menjaga marwah Mahkamah Konstitusi di mata publik/masyarakat Indonesia," sambung Viktor.
Menurut Viktor, karena mau bagaimana pun juga Presiden adalah pihak yang berperkara di MK, baik dalam perkara pengujian undang-undang maupun dalam perkara impeachment.
"Apabila terjalin hubungan keluarga yang cukup dekat antara Ketua MK dengan Presiden RI (calon adik ipar) sebagai pihak yang berperkara tentunya tidak dapat dihindari munculnya kecurigaan publik terutama bagi pihak yang berperkara terhadap putusan-putusan yang dihasilkan oleh Mahkamah Konstitusi," tutur Viktor.
Hal ini, kata Viktor, tentunya akan menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga penjaga konstitusi dan pelindung hak konstitusional warga negara/HAM.
"Kode etik hakim konstitusi tidak membolehkan bagi hakim konstitusi bertindak yang dapat menimbulkan kecurigaan publik yang mengakibatkan turunnya kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi," tegas Viktor.
Viktor menilai hal ini memang menjadi dilematis bagi Ketua MK yang saat ini sedang menjabat.
"Namun demi kepentingan yang lebih besar tentunya saya berharap ketua MK dapat bijak mengambil pilihan tanpa mengorbankan marwah Mahkamah Konstitusi. Terlebih dalam waktu dekat ini MK sedang dihadapkan dengan perkara pengujian formil UU 3/2022 tentang Ibu Kota Negara Nusantara yang kita semua tahu bahwa UU tersebut merupakan inisiatif 'ambisi' Presiden," pungkasnya. detik