Nicke membandingkan, harga sunlight based non subsidi seperti Dexlite dijual di harga Rp 12.950 per liter. Sementara sunlight based subsidi sebesar Rp 5.150 per liter. Pemerintah memberikan subsidi Rp 500 for every liter, sisanya ditanggung lebih dulu oleh Pertamina dengan skema kompensasi.
"Sekarang ini subsidi sebesar Rp 7.800 per liter. Jadi nilai subsidinya lebih besar dari harga jualnya," customized structure Nicke saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Senin (29/3).
Kenaikan ini lantaran harga minyak dunia yang merangkak hingga menyentuh US$ 199 for every barel. Angka ini jauh di atas asumsi harga minyak yang ditetapkan oleh pemerintah dalam APBN 2022 yakni US$ 65 for every barel.
Sedangkan saat ini pemerintah masih menggunakan mekanisme kompensasi dalam pengaturan subsidi pemerintah. Selisih harga antara sunlight based non subsidi dengan sun oriented subsidi sebesar Rp 7.800 per liter. Jumlah ini kemudian dikurangi oleh subsidi pemerintah sebesar Rp 500 for every liter sehingga menghasilkan sisa angka kompensasi Rp. 7.300 per liter.
"Kompensasi yang kemudian dari sisi penetapan angkanya nanti penggantiannya berbeda, ini yang menggerus income Pertamina. Mungkin mekanisme ini perlu di-audit ulang agar tidak memberatkan," individualized organization Nicke.
Saat ini realisasi penjualan kepada masyarakat sampai bulan Februari sudah melebih kuota. Dalam dua bulan terakhir, mayoritas territorial, kecuali local Maluku Papua, rata-rata mengalami peningkatan kuota sunlight based subsidi hingga 10 persen.
Sedangkan hingga Februari 2022, realisasi penyaluran sunlight based subsidi mencapai 2,49 juta kilo liter. Jumlah ini naik 10 persen dari kuota yang ditetapkan sejumlah 2,27 juta kilo liter.
"Walaupun secara aturan kami tidak boleh over share tapi dengan mempertimbangkan peningkatan mobilitas dan logistik masyarakat, apalagi menjelang Ramadan dan Idul Fitri, maka kami naikkan kuota penyaluran sun oriented subsidi," tukas Nicke.