Ketut menuturkan, penangkapan terhadap Lim Kiong Hin dilakukan oleh Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Bengkulu, pada Senin (28/3) sekira pukul 11.15 WIB.
“Berhasil mengamankan terpidana Lim Kiong Hin, dia telah menjadi buronan atau DPO sejak tahun 2009 (sekitar 13 tahun) bersembunyi dan tinggal di wilayah Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu,” ujar Ketut kepada wartawan, Senin (28/3).
Ketut menuturkan, penangkapan Lim Kiong Hin tersebut berawal dari informasi yang diperoleh Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat bahwa ada seorang buronan yang tinggal di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Atas informasi tersebut, selanjutnya Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat mengajukan permohonan bantuan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu untuk menelusuri keberadaan DPO.
Kemudian pada 27 Maret 2022 sekitar pukul 07.00 WIB, Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat berangkat dari Pontianak menuju Provinsi Bengkulu. Sesampainya di Kota Bengkulu sekitar pukul 15.30 WIB, Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Bengkulu berkumpul untuk mengatur strategi penelusuran keberadaan Lim Kiong Hin yang diperkirakan berada di daerah Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
Selanjutnya pada 28 Maret 2022 sekitar pukul 07.30 WIB, Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Bengkulu mulai kembali menelusuri keberadaan DPO. Sekitar pukul 11.00 WIB, Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Bengkulu berhasil mendeteksi keberadaan DPO di sekitar Jalan Pasar Ipuh, Desa Medan Jaya, Kecamatan Ipuh, Provinsi Bengkulu.
“Bahwa selanjutnya sekitar pukul 11.15 WIB, DPO berhasil diamankan oleh Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Bengkulu di sebuah rumah kontrakan yang berada di Jalan Pasar Ipuh, Medan Jaya, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu,” katanya.
Ketut menuturkan, Lim Kiong Hin telah diamankan di Kantor Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Rencananya pada Selasa 29 Maret 2022 besok, Lim DPO dibawa dari Kota Bengkulu menuju Kota Pontianak untuk diserahkan ke pihak Kejaksaan Negeri Pontianak guna dieksekusi.
“Melalui program Tabur Kejaksaan, kami mengimbau kepada seluruh DPO Kejaksaan untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya karena tidak ada tempat yang aman bagi para buronan,” ungkapnya.
Diketahui, kasus ini bergulir setelah Lim Kiong Hin selaku Komisaris PT Sinar Kakap mengajukan permohonan kredit investasi ke BNI cabang Pontianak sebesar Rp 4,5 miliar dan Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp 500 juta pada Juni 2001 silam. Untuk mendukung proposal rencana investasi tersebut, terpidana membuat dan menyerahkan invoice dan kuitansi fiktif untuk membuktikan adanya pembiayaan sendiri yang dilakukan oleh PT Sinar Kakap yang nilainya telah ditambahkan atau di-mark up.
Setelah disetujui oleh bank, terpidana mengajukan permohonan tambahan fasilitas KMK sebesar Rp 2 miliar dengan jaminan kapal kargo Bali Express senilai Rp 900 juta yang dinaikkan menjadi Rp 2,4 miliar.
Pada 25 Januari 2002, terpidana kembali mengajukan permohonan tambahan fasilitas KMK transaksional kepada BNI Cabang Pontianak sebesar Rp 1,3 miliar. Terakhir, pada 11 April 2002, terpidana mengajukan permohonan tambahan fasilitas KMK kepada BNI Cabang Pontianak sebesar Rp 8 miliar.
Namun penggunaan dana ini dianggap tidak tepat karena melanggar Pedoman Pedoman Kebijakan Prosedur Kredit Wholesale dan Middle Market I Bab II Sub Bab H Sub Bab 03. Lim Kiong Hin disebut telah menyalahgunakan fasilitas kredit yang diberikan oleh BNI Cabang Pontianak tanpa persetujuan dari pejabat BNI.
Terpidana seharusnya menggunakan kredit yang diperolehnya untuk meningkatkan target penjualan. Akan tetapi, fasilitas KMK yang diperoleh digunakan untuk kepentingan pribadi.
Sumber: jawapos