WANHEARTNEWS.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangi kantor Kemenko Maritim dan Investasi.
ICW menyerahkan surat yang meminta Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membuka big data soal penundaan Pemilu 2024.
"Hari ini ICW resmi mengirimkan surat keterbukaan informasi publik kepada Saudara Luhut perihal pernyataannya tentang big data pengguna internet yang diduga mendukung penundaan Pemilu 2024." ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana di kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jakarta Pusat, Rabu (30/3/2022).
Ada sejumlah pernyataan Luhut yang disorot ICW.
Pertama, ICW meminta Luhut menjelaskan keterkaitan pengumpulan data dengan tugasnya sebagai Menko.
Kedua, ICW mempertanyakan kapan Luhut melakukan pengumpulan big data tersebut, tujuan, dan metode yang digunakan.
"Kapan mereka melakukan pengumpulan big data itu? Sebab, selama ini kami mencermati pemberitaan cukup banyak pihak-pihak yang concern terhadap data tersebut dan justru meragukan keabsahan legalitas pencarian big data tersebut," ujarnya.
Kurnia menuntut Luhut agar dapat mempertanggungjawabkan pernyataannya.
Kurnia mengatakan pejabat harus menjelaskan metodologi yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut.
"Kalau kita berbicara soal penundaan pemilu, sudah kelas dalam undang-undang, konstitusi kita, pergantian presiden 5 tahun sekali," kata Kurnia.
ICW pun menyoroti sikap Luhut yang diduga tak punya wewenang dalam menyampaikan hal tersebut.
Menurutnya, urusan pemilu tak termasuk tugas Luhut.
"Kami mencermati sejumlah aturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kemnko Marinves tidak terdapat tugas untuk berbicara soal politik. Sehingga ini menjadi concern ICW sekaligus masyarakat sipil luas untuk menagih apa yang disampaikan oleh Saudara Luhut," ujarnya.
Kurnia mengatakan, jika surat permintaan keterbukaan informasi ini tak direspons Luhut, pihaknya akan menempuh jalur hukum melalui sidang di Komisi Informasi Pusat.
"Ada mekanisme dalam UU Keterbukaan Informasi. Ada batas waktu mereka untuk merespons. Kalau itu tidak direspons, tentu kami akan menempuh jalur litigasi melalui sidang di Komisi Informasi Pusat," ujarnya. detik