Dipertanyakan, Kemarahan Jokowi yang Salah Alasan -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dipertanyakan, Kemarahan Jokowi yang Salah Alasan

Senin, 28 Maret 2022 | Maret 28, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-03-28T04:11:45Z

OLEH: ZAINAL BINTANG
PADA acara “Afirmasi Bangga Buatan Produk Indonesia” yang digelar di Bali, Jumat  (25/03/2022) yang disiarkan secara virtual, Presiden Jokowi membuat heboh.

Tiba-tiba menyampaikan teguran langsung yang ditujukan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dan Menteri BUMN Erick Thohir. Ketiganya dituduh instansinya masih menggunakan produk impor dalam jumlah tinggi.

“Barang-barang impor yang digunakan untuk kegiatan operasional di Kementerian sudah semuanya bisa diproduksi di dalam negeri,” ujar Jokowi dengan nada setengah marah.

Menteri Kesehatan ditegur terkait alat kesehatan (Alkes) yang masih impor. Termasuk tempat tidur untuk rumah sakit, yang menurut Jokowi sudah bisa di produksi dalam negeri. “Saya lihat di Yogyakarta ada, Bekasi, Tangerang ada," tegas Jokowi dengan nada marah.

Lalu Jokowi pun juga menegur Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Jokowi mengungkapkan kejengkelannya karena traktor-traktor yang saat ini ada di Indonesia berasal dari luar negeri. Dan Meneg BUMN Erick Thoir kebagian amarah, karena masih banyak Dirut BUMN yang rajin melakukan impor kebutuhan dalam negeri.

Spontan saja kemarahan Jokowi mendapat tanggapan dari masyarakat luas. Mulai dari kalangan akademisi, politisi maupun pelanggan ngerumpi di warung-warung kopi (coffee shop). Secara umum, sebenarnya publik di akar rumput tidak terlalu terganggu dengan kegiatan yang impor-mengimpor yang dilakukan oleh tiga kementerian tersebut.

Artinya kegiatan tersebut, kalaupun ada dan massif sampai mengganggu fikiran Jokowi, tapi tidaklah demikian bagi rakyat kecil itu. Nggak ada urusan itu!

Kasus yang justru sangat mengganggu perasaan dan bahkan mempersulit kehidupan masyarakat kecil adalah, membumbungnya harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari. Terutama minyak goreng, yang selain mahal juga menghilang. Menimbulkan antrean panjang ibu-ibu rumah tangga, maupun yang belum menikah.

Berhari-hari emak-emak itu habis waktunya di jalanan. Hanya untuk antre membeli minyak goreng sebanyak dua liter sesuai ketentuan mendadak. Bahkan yang menyedihkan ada ibu-ibu di beberapa kota meninggal dunia lantaran kelelahan, karena kelamaan antri minyak goreng.

Pada saat yang sama, nasib sedih juga menimpa bapak-bapaknya, karena truk dan kendaraan umum harus antre berhari-hari untuk mendapatkan solar di SBPU-SBPU. Hal tersebut melahirkan meme yang pahit yang beredar di medsos-medsos, dengan tulisan: Ibu-Ibu antri migor. Bapak-bapak antri solar.

Maka menjadi pertanyaan masyarakat awam itu, mengapa bukan kasus kesulitan hidup yang menimpa rakyat jelata ini yang dijadikan “tema” besar luapan kemarahan Jokowi? Karena ihwal ini jelas-jelas membuat rakyat kecil menderita hidupnya. Kehidupan yang masih babak belur karena terpukul oleh keterpurukan ekonomi gegara Pandemi Covid 19, yang sudah dua tahun lebih mendera bangsa ini. Termasuk mereka yang korban PHK, kehilangan mata pencaharian mendadak. Itulah sebabnya judul tulisan ini saya pilih: “Dipertanyakan, Kemarahan Jokowi Yang Salah Alasan”.

Menteri Perdagangan Mohammad Luthfi yang terang benderang tidak berkutik melawan “mafia” minyak goreng, kata mafia itu entah datangnya dari mana, dibiarkan masih gentayangan kesana kemari membela diri. Membela pemerintah. Menunjuk kambing hitam kiri kanan.

Di layar televisi dengan sangat menyedihkan, Luthfi berusaha terus tersenyum, seperti orang yang tabah. Meskipun, sebenarnya tanpa dia sadari, dia tersenyum sambil putus asa. Kata teman saya, “senyum yang sekedar menunda tangis”.

Artinya Luthfi mencoba menunda tangis rakyat kecil. Kecaman masyarakat yang mendesak supaya Mendag Mohammad Luhfi dipecat, malah tidak digubris Jokowi. Kecaman yang bersahut-sahutan yang sudah menyerupai paduan suara itu tetap saja membuat Presiden Jokowi tidak bergeming!

Malah, -inilah yang aneh- karena Jokowi lebih memilih untuk melepaskan “tembakan” kemarahan kepada tiga menteri, bahkan empat orang menteri. Jokowi juga tidak lupa menegur Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.

Nadiem dimarahi karena realisasi belanja barang dan jasa di kementeriannya masih minim. Hanya mencapai Rp 2 triliun. Dianggap tidak punya empati dengan masalah rakyat kecil di negerinya sendiri. Sementara, Jokowi menargetkan akhir Mei 2022, belanja barang dan jasa seluruh kementerian/lembaga bisa mencapai Rp 400 triliun.

“Target nanti di akhir, syukur bisa sebelum Mei yang Rp 400 triliun itu bisa tercapai. Ini sangat bagus sekali dampaknya akan ke mana,” kata Jokowi.

Yang juga terlihat aneh, pada hari Kamis (24/3) ketika meninjau lahan food estate dengan menggunakan teknologi pertanian modern di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebagaimana diberitakan di banyak media secara luas, Jokowi didampingi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL). Pada kunjungan itu, Jokowi melakukan penanaman perdana jagung bersama petani guna mempercepat peningkatan perekonomian masyarakat pelosok perbatasan lintas negara. Juga sekaligus untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

"Hari ini kita berada di Belu, NTT. Kita membuka lahan seluas 53 hektar untuk ditanam jagung dan airnya menggunakan springkel yang berasal bendungan Rotiklot yang baru saja diresmikan. Dari sini kita memperluasnya (food estate) hingga 500 hektare,"  ujar Jokowi pada kegiatan tersebut di food estate itu, yang berada di Desa Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, NTT.

"Kalau itu berhasil, produksinya bagus, kita melompat ke daerah yang lain yang punya lahan pertanian datar seperti ini seluas 15 ribu hektare," kata Jokowi.  

Namun apa yang terjadi keesokan harinya? Pada hari Jumat (25/3/2022). Jokowi mendadak “mengutuk” hasil kunjungannya itu di Belu sehari sebelumnya, dengan mengatakan, "traktor kayak gitu bukan high tech aja impor. Jengkel saya. Saya kemarin dari Atambua, saya lihat traktor, alsintan impor. Ini enggak boleh, Pak Menteri. Enggak boleh," tegasnya.

Masyarakat dibuat menjadi bingung dengan teguran Jokowi yang dianggap kontradiksi dengan fakta yang terjadi di lapangan. Khususnya terkait dengan kondisi di sektor pertanian. Karena dalam berbagai unggahan foto kegiatan Jokowi bersama SYL di Belu, NTT,  ketika bertanam jagung, justru diperagakan traktor baru produksi lokal, buatan  CV Adi Setia Utama Jaya (Gunung Biru) mitra usaha PT Pindad.

Pada saat itu, traktor tersebut  didemonstrasikan. Traktor tersebut dilengkapi dengan alat tertentu, yang secara simultan, menunjukkan kemampuan multi fungsi.

Pada bagian depan berfungsi mendistribusikan pupuk cair. Pada bagian tengah melakukan pengolahan tanah. Sedangkan komponen bagian belakang berfungsi menanam Jagung atau Kedele. Traktor multi fungsi itu didisain dan dirakit oleh putra-putri terbaik bangsa Indonesia dengan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) mencapai 60 persen.

Masih seperti yang banyak diberitakan di media, terkait dengan kemarahan Jokowi, Ketua Asosiasi Perusahaan Alat dan Mesin Pertanian Indonesia (Alsintani), Mindo Sianipar, justru berpendapat berbeda. Dia mengapresiasi upaya Kementerian Pertanian (Kementan) yang begitu masif mendorong kemajuan industri alsintan dalam negeri. Mindo menegaskan, pengadaan alsintan di Kementan hingga saat ini mengutamakan produk dalam negeri yang sudah memiliki sertifikat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), demikian ditegaskan Mindo Sianipar kepada media di Jakarta, Sabtu (26/3/2022).

“Kami sangat mengapresiasi pengadaan alsintan di Kementan karena telah mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah wajib menggunakan produk dalam negeri yang memiliki SPPT SNI (Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia).”

Berita terkait kepositifan langkah Kementan yang mengedepankan produksi lokal bagi keperluan Alsintan di Indonesia tersebar luas. Berita-berita itu memuat tanggapan positif dari kalangan pengusaha UMKM dan kalangan pertanian sendiri. Berita itu berdamping-dampingan berita kemarahan Jokowi yang menyebar di ruang publik.

Saya mendadak teringat dengan judul film “Rebel Without A Case” (Berontak Tanpa Alasan). Produksi Amerika 1955 yang dibintangi James Dean. Meninggal pada usia 24 tahun, dalam kecelakaan mobil 30 September 1955.

Nah, so what gitu lho!?. 

(Penulis adalah wartawan senior dan pemrhati masalah sosial budaya.)
×
Berita Terbaru Update
close