WANHEARTNEWS.COM - Sejak Januari 2022 setidaknya ada 6 regulasi yang diterbitkan pemerintah terkait kelangkaan minyak goreng. Mulai dari Permendang Nomor 01/2022, Permendag No 02/2022, Permendag No 03/2022, Permendag No 06/2022, Permendag No 08/2022, hingga Permendag No 11/2022.
Akan tetapi tak satupun dari kebijakan yang dikeluarkan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi itu yang mampu menyelesaikan persoalan minyak goreng.
Setelah keluarnya Permendag 11/2022, minyak goreng kemasan yang semula dibanderol Rp14 ribu per liter naik di kisaran Rp24 ribu per liter. Selain itu, stok minyak goreng di sejumlah minimarket yang tadinya kosong mendadak mulai banyak kembali. Ini jelas menunjukkan adanya indikasi penimbunan.
Sementara itu harga minyak goreng curah yang dijual di sejumlah warung sembako ada yang masih tinggi yaitu kisaran Rp19 ribu hingga Rp20 ribu per kg. Harga tersebut jauh di atas HET baru minyak goreng curah yang ditetapkan Rp14 ribu per liter atau Rp15.500 per kg.
Terkait kebijakan yang dinilai sebagai "macan kertas" itu, anggota Komisi XI DPR-RI Heri Gunawan mengkritisi klaim Kementerian Perdagangan terkait surplus pasokan minyak goreng di hampir seluruh wilayah di Sumatera.
Kemendag mengklaim, pada periode 14 Februari hingga 16 Maret 2022 misalnya, pasokan minyak goreng di Sumut mencapai 60 juta liter . Namun, barang itu tidak ada di pasar maupun supermarket.
Menurut politikus yang karib disapa Hergun ini, berbekal Permendag Nomor 6 Tahun 2022 pemerintah sebenarnya bisa ambil langkah tegas. Pemerintah tinggal memerintahkan produsen CPO untuk melakukan DMO dan DPO ke perusahaan minyak goreng.
“Kalau CPO-nya tidak jalan, pemerintah harus berani cabut HGU perusahaan kelapa sawit itu. Perusahaan minyak goreng juga bisa dicabut izinnya kalau tidak memproduksi minyak goreng yang sesuai kebutuhan rakyat,” kata Hergun, melalui keterangannya, Jumat (18/3).
Hergun menegaskan, Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia. Berdasarkan amanat konstitusi seharusnya rakyat dapat menikmatinya dengan kehadiran minyak goreng yang melimpah serta harga yang terjangkau.
Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Di banyak tempat didapati rakyat mengantre minyak goreng, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa. Ini ibarat rakyat mati di lumbung padi.
“Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, serta bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tegasnya.
“Pemerintah perlu mengambil langkah tegas kepada oknum pengusaha nakal. Tidak ada jaminan Permendag 11/2022 akan berjalan efektif. Masih saja didapati harga minyak goreng curah di atas harga HET yang ditetapkan. Apalagi bila harga CPO terus melonjak tinggi, ada kemungkinan konsumen menengah-atas akan menyerbu minyak goreng curah sehingga menyebabkan harga di atas HET," paparnya.
"Karena itu, sebaiknya kembali diberlakukan Permendag 6/2022 dengan disertai penegakan hukum secara tegas,” pinta Hergun.
Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR-RI itu memaparkan, dalam Raker dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada awal 2022 terkait realisasi APBN yang melebihi target, ia sudah mengingatkan pemerintah bahwa realisasi APBN yang melebihi target tersebut merupakan dampak dari naiknya harga komoditas dan energi global. Kenaikan di tingkat global akan berdampak terhadap kenaikan harga di dalam negeri.
“Jangan sampai hanya APBN saja berbahagia, tapi rakyat menderita karena kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng dan beberapa komiditas lainnya di dalam negeri. Karena itu, perlu ada kebijakan yang mentranfer kelebihan pendapatan dari ekspor dan impor untuk menyubsidi harga-harga pangan yang melonjak,” lanjutnya.
Politikus dari Dapil Jawa Barat IV (Kota dan Kabupaten Sukabumi) ini juga mengingatkan bahwa dalam APBN 2022, tingkat pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai 5,2 persen.
Menurut catatan BPS, pada 2021 kontribusi konsumsi rumah tangga pada pembentukan PDB mencapai Rp9,24 kuadriliun atau 54,42% dari PDB. Sehingga melemahnya daya beli masyarakat bisa berdampak melesetnya pertumbuhan ekonomi dari target yang ditetapkan.
Untuk mengatasi hal tersebut, Hergun menawarkan beberapa solusi.
Pertama, perlu dilakukan pemberlakukan kembali Permendag 6/2002 karena lebih mencerminkan keperpihakan kepada rakyat dibanding Permendag 11/2022 yang lebih mencerminkan keperpihakan kepada pengusaha.
“Kedua, pemerintah perlu mengevaluasi tata kelola sistem perdagangan minyak goreng. Dalam hal ini, pemerintah harus tegas di hadapan para prosuden minyak goreng dan berani menindak para mafia minyak goreng," ucapnya.
"Pernyataan Menteri Perdagangan M. Lutfi di hadapan DPR, yang mengaku tidak bisa mengontrol dan melawan penyimpangan minyak goreng yang diduga akibat ulah mafia patut disesalkan. Negara tidak boleh kalah dan lemah melawan para mafia,” lanjutnya.
Karena itu Hergun mendorong agar seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, kepolisan, dan DPR bergandengan tangan untuk menyelesaikan persoalan minyak goreng di anah air. Terutama memberantas keberadaan mafia minyak goreng.
“Dan ketiga, jika harga CPO melonjak tinggi dan tidak bisa membentuk harga yang wajar di dalam negeri, maka pemerintah perlu menyetop impor untuk sementara waktu demi memprioritas kebutuhan dalam negeri. Hal tersebut sejalan dengan amanat konstitusi Pasal 33 UUD 1945,” pungkasnya.
Sumber: RMOL