Bahkan disampaikan Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita, masyarakat bisa saja naik pitam apabila Presiden tidak tegas menyatakan menolak isu penundaan Pemilu Serentak 2024.
Hal tersebut disampaikan Nurlia Dian Paramita dalam diskusi virtual Bincang Buku "Demokrasi di Indonesia dari Stagnasi ke Regresi", pada Sabtu (12/3).
Sosok yang kerap disapa Mita ini menjelaskan, hingga hari ini masyarakat masih menggunakan cara-cara yang lunak untuk menolak isu penundaan pemilu yang coba terus digaungkan pihak-pihak di lingkaran pemerintah maupun pendukung Jokowi.
"Saya khawatir, karena melihat ada upaya sistematis yang dilakukan. Kalau bicara risiko, ini bagian dari risiko," ujar Mita.
Menurut Mita, pernyataan terbaru Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menunjukkan adanya upaya terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dari pihak-pihak yang mendukung adanya penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Pasalnya, Luhut kembali menyampaikan penegasan terkait sikapnya yang mendukung perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo hingga 2027.
Bahkan, purnawirawan TNI AD tersebut juga menjadikan analisis Big Data sebagai landasan untuk menggolkan ide penundaan pemilu, yang isinya menyebut mayoritas pemilih Partai Demokrat, PDI Perjuangan, dan Partai Gerindra, sepakat jika pemilu ditunda.
"Ada dua dimensi yang berjalan. Di satu sisi ada penjelasan dari pemerintah soal ketetapan jadwal pemilu. Tapi di sisi lain dikatakan anggaran pemilu terlalu besar, kemudian ada opsi ditunda. Akhirnya masyarakat bingung," kata Mita.
"April ini kan seharusnya sudah masuk tahap verifikasi parpol (peserta Pemilu Serentak 2024), untuk mengisi. Maka dari itu ada hal-hal yang kemudian dikhawatirkan, apabila tahapan tidak ditetapkan, dan anggaran masih dipermasalahkan," sambungnya.
Lebih lanjut, Mita mengingatkan pemerintah bahwa masyarakat sipil menyampaikan segala pendapatnya terkait dengan wacana penundaan pemilu. Namun, apabila masih belum ada itikad baik pemerintah melanjutkan proses penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024, maka bukan tidak mungkin masyarakat akan memilih turun ke jalan.
"Masyarakat sipil sudah mendorong, membuka petisi dan lain-lain, hanya saja yang belum turun ke jalan. Karena kami lebih ke pendekatan konsolidasi, ke proses yang lebih soft," ucapnya.
"Tapi kalau kita melihat arahnya seperti ini berarti ada opsi yang harus dilakukan ke depan. Kalau memang harus turun ke jalan ya harus. Karena kita tidak bisa terus melakukan upaya-upaya yang normatif terus," demikian Mita.
Sumber: RMOL