WANHEARTNEWS.COM - Sejarawan Indonesia JJ Rizal mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia terus dibuat mengikuti model kerajaan Jawa pada masa silam.
Padahal, sebagaimana seharusnya, Indonesia merupakan negara republik yang merangkul semua elemen bangsa.
“Indonesia dibuat terus jd model kerajaan jawa, tumbuh bkn jd republik tulen, melainkan republik keraton yg penuh teater,” ujar JJ Rizal melalui akun Twitternya @JJRizal dikutip pada Selasa 15 Maret 2022.
Menurutnya, kerajaan Jawa pada masa penjajahan VOC, dipenuhi dengan teater, drama, upacara serta simbol-simbol untuk menutupi kegagalan negara.
“Eksistensinya ditentukan drama2, upacara2, simbol2 spektakuler untuk nutupi kegagalan jd negara modern en suatu krisis,” ungkap Rizal.
Ia kemudian membagikan pendapatnya dalam bentuk tulisan yang dimuat dalam Kumparan.com. Ia menceritakan sejarah saat Jawa dengan berbagai dinamikanya saat dikuasai oleh VOC.
Rizal menuturkan, pertikaian sering terjadi di antara para keluarga raja Jawa, seperti Pakubuwana III dengan Sultan Mangkubumi. Menengahi konflik itu, Gubernur Pantai Timur Laut Jawa Nicolas Hartingh mewakili VOC sebagai juru damai.
Setelah berhasil mendamaikan kedua saudara tersebut, muncul masalah baru yaitu pemberontak yang dikenal paling kuat, Mas Said.
Ia menuntut sepertiga kerajaan Jawa, yang jelas sulit diterima oleh Sultan Mangkubumi sebab akan mengakhiri cita-citanya menjadi penguasa tunggal Jawa.
Kesepakatan akhirnya tercapai, Mas Said diberikan kekuasaan menguasai 4.000 cacah dari wilayah Pakubuwana III serta mendirikan kepangeranan di dalam kota Surakarta.
Ternyata, setelah perundingan itu tercapai, masalah lain terus bermunculan. Mengutip sarjana antropologi John Pemberton, setelah perundingan raja-raja Jawa memasuki suatu masa Negara Teater.
Aspek teater atau panggung dengan upacara, pertunjukan, arak-arakan, simbol-simbol menjadi inti eksistensi. Rakyatnya pun diarahkan seakan-akan hidup mengikuti teater.
“Sultan Mangkubumi memilih pembangunan infrastruktur sebagai panggungnya. Ia menjelma dari seorang paglima perang menjadi sultan dengan ambisi menjadi raja pembangunan bangunan monumental terbesar dalam tradisi dan sejarah Jawa,” tulis JJ Rizal.
Pembuatan bangunan-bangunan besar dan spektakuler, katanya, adalah unsur esensial dalam menunjukkan hak raja untuk diakui sebagai seorang raja.
“Catatan Hartings mengamini soal Mangkubumi sebagai pecinta besar bangunan-bangunan spektakuler yang mahal sebagai bagian dari tujuannya untuk mendudukkan dirinya sebagai seorang penguasa,” sambungnya.
Sumber: terkini