WANHEARTNEWS.COM - Wakil Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) KH Muhyiddin Junaidi menyoroti hilangnya istilah madrasah dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Kiai Muhyiddin mengatakan, penghapusan kata madrasah dari UU Sisdiknas merupakan bagian integral dari grand design untuk melemahkan posisi madrasah dalam mencetak kader anak bangsa dengan kualitas akidah dan iman yang membaja.
“Bahkan draft tersebut adalah kebijakan yang sangat radikal untuk menerapkan secara gradual konsep sekularisme pendidikan,” ungkap Kiai Muhyiddin kepada Suara Islam Online, Selasa ((29/003/2022).
Ketua Biro Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah ini menegaskan, meniadakan kata madrasah secara kasat mata merupakan sebuah pelanggaran berat terhadap UU Sisdiknas di era reformasi tahun 2003.
Dalam UU tersebut, madrasah merupakan bagian integral dari Sisdiknas.
“Seharusnya diperkuat, dikembangkan dan diintegrasikan,” tambahnya.
Khusus untuk pelajaran akidah, Kiai Muhyiddin menyarankan agar diprioritaskan bagi anak didik dan mendapatkan porsi waktu yang luas sehingga seimbang antara teori dan praktik.
“Rasulullah saja menghabiskan waktu 13 tahun di Makkah untuk mengajarkan dan memantapkan akidah umat,” ungkapnya.
Sebelumnya, dikabarkan RUU Sisdiknas menghilangkan frasa madrasah sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan.
Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu), Arifin Junaidi mengkritik keras hal ini.
Menurutnya, madrasah merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional.
Namun, peranan madrasah di tengah masyarakat selama ini terabaikan.
Ia menilai UU Sisdiknas pada 2003 yang berlaku saat ini sudah memperkuat peranan madrasah dalam satu tarikan nafas dengan sekolah.
“Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah,” kata Arifin dalam keterangannya, dikutip Senin (28/03).
Madrasah telah diatur sebagai salah satu bentuk Pendidikan Dasar dalam UU Sisdiknas tahun 2003 di Pasal 17 ayat (2).
Pasal itu berbunyi “Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
Sementara itu, dalam draf RUU Sisdiknas sama sekali tak mencantumkan diksi madrasah.
Draf RUU Sisdiknas hanya mengatur tentang Pendidikan Keagamaan dalam pasal 32.
Namun, pasal itu sama sekali tak menyebut kata madrasah.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai penghapusan istilah madrasah dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tidak sesuai konstitusi.
“Penghapusan Madrasah dalam RUU Sisdiknas yang beredar tidak sesuai dengan teks dan spirit UUD NRI 1945 pasal 31 ayat 3 dan 5,” kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Senin (28/03).
Seharusnya, menurut HNW, RUU Sisdiknas memayungi, mengakui dan mengembangkan seluruh bentuk satuan pendidikan yang diakui, sudah berkembang, diterima, diakui oleh masyarakat dan Negara.
“Bukan justru menghapuskan institusi madrasah dan memperbesar diskriminasi antar-satuan pendidikan tersebut,” kata HNW.
HNW menganggap tidak disebutkannya madrasah merupakan langkah mundur ke tahun 1989, atau kembali ke masa orde baru, di mana dalam UU Sisdiknas waktu itu (UU No. 2/1989) madrasah bukan bagian dari satuan pendidikan nasional. SuaraIslam