WANHEARTNEWS.COM - Rusia tampaknya akan lebih terisolasi dari sebelumnya setelah pemungutan suara bersejarah di Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) pada Jumat (4/3), memutuskan untuk meluncurkan penyelidikan atas pelanggaran yang dilakukan dalam perang Ukraina.
Namun, Kuba menjadi salah satu negara yang memutuskan untuk tidak ikut dalam resolusi tersebut.
Dalam pernyatannya, Duta Besar Kuba untuk PBB Juan Antonio Quintanilla kembali mengulangi kecaman negaranya terhadap standar ganda dan selektivitas terkait penanganan masalah hak asasi manusia.
"Manipulasi permasalahan untuk tujuan politik adalah sesuatu yang sudah kita tahu sejauh ini. Negara kami sendiri adalah korban langsung dari praktik yang tidak dapat diterima ini," katanya, di Dewan HAM, seperti dikutip dari Prensa Latina, Sabtu (5/3).
Diplomat tersebut merinci penjelasan mengapa mereka abstain memberikan suara. Ia menilai bahwa Dewan belum dapat mengambil keputusan dalam menghadapi fakta-fakta serius seperti eksekusi di luar proses hukum, pengenaan tindakan pemaksaan sepihak, dan blokade kriminal terhadap seluruh rakyat, serta pendirian kamp konsentrasi dan penyiksaan.
Namun ia sadar, apa yang ia katakan tidak akan mendapat tanggapan baik dari mereka yang hari ini menuntut tindakan segera dalam menghadapi peristiwa di Ukraina.
Quintanilla menegaskan bahwa dokumen tersebut melanggar prinsip-prinsip dasar dialog yang saling menghormati, non-selektivitas dan non-politisasi. Sifatnya yang bias, karena mencoba untuk memberikan tanggung jawab hanya kepada salah satu pihak yang terlibat, dalam hal ini Rusia.
"Kuba akan terus mengadvokasi solusi diplomatik untuk krisis saat ini di Eropa dengan cara damai, menjamin keamanan dan kedaulatan semua, pelaksanaan hak asasi manusia yang efektif, perdamaian dan keamanan regional dan internasional," tegasnya.
Dalam pertemuan tersebut Quintanilla meratifikasi kembali komitmen Kuba dengan Hukum Internasional dan Piagam PBB, yang dianggapnya sebagai acuan inti bagi negara-negara kecil melawan hegemonisme, penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakadilan.
Dalam pidatonya, diplomat tersebut menambahkan bahwa pada prinsipnya, Kuba memiliki posisi yang sama dengan Gerakan Non-Blok terhadap pengenaan resolusi dan mandat terhadap negara-negara.
"Kerja sama nyata dalam hak asasi manusia tidak akan pernah tercapai tanpa komitmen dari negara-negara yang bersangkutan," kata Quintanilla.
Sumber: rmol