WANHEARTNEWS.COM - Wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden belum juga mereda. Sekalipun sejumlah lembaga survei memastikan mayoritas rakyat Indonesia menolak isu tersebut.
Selain penolakan yang masif dari masyarakat, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule mengingatkan bahwa ada pelanggaran konstitusi dalam wacana tersebut. Bahkan parahnya lagi, bagi kelompok aktivis pro demokrasi, penundaan pemilu adalah bagian dari kejahatan konstitusi.
“Menunda pemilu atau ingin perpanjang masa jabatan presiden, bukan saja bertentangan dengan konstitusi negara, juga merupakan kejahatan konstitusi,” tegasnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (30/3).
Iwan Sumule mengingatkan bahwa pemimpin di Indonesia seharusnya belajar pada sejarah. Di mana penguasa yang bernafsu untuk melanjutkan masa jabatannya selalu tumbang oleh rakyatnya sendiri.
Menurutnya, lubuk hati rakyat Indonesia memang menolak penguasa yang kebablasan. Untuk itu sistem demokrasi hadir untuk membatasi masa kekuasaan pemimpin agar tidak menjadi otoriter dan korup.
Demokrasi adalah sistem yang mencerdaskan rakyat dan penguasa untuk bisa bekerja dari, oleh, dan untuk rakyat. Maka itu, syarat utama demokrasi adalah kecerdasan dari penguasa untuk mengimplementasikan sistem tersebut dengan baik.
“Sistem demokrasi dianut untuk membatasi kekuasaan, agar tak otoriter. Berdemokrasi itu mencerdaskan, karena dibutuhkan kecerdasan,” tutupnya.
Wacana penundaan pemilu sempat didengungkan oleh sekelompok elite partai koalisi, menteri, dan menko. Teranyar, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) sesumbar bahwa mereka akan mendeklarasikan dukungan presiden 3 periode. Terang-terangan mereka menyebut deklarasi akan dilakukan usai lebaran.
Sumber: rmol