“Sikap yang bertentangan ini lebih tepatnya disebut mencla-mencle,” tutur Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (10/3).
Pernyataan Iwan Sumule ini berkaitan dengan pikiran yang bertentangan dengan konstitusi negara atau UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tapi sikap yang disampaikan oleh pemimpin bertolak belakang.
Pertama tentang tuduhan terhadap mantan Sekretaris Umum FPI Munarman sebagai seorang teroris dan berpikiran untuk mendirikan negara khilafah.
Di pengadilan, Munarman didakwa menggerakkan orang untuk melakukan tindakan teror dan membantu tindakan terorisme. Munarman disebut menghadiri acara baiat kepada ISIS dan Abu Bakar Al Baghdadi di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
“Munarman sudah membantah. Mantan Ketua Dewan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) itu juga bilang, katanya kalau tuduhan tersebut benar, maka sudah banyak korban berjatuhan saat Aksi 212 yang dihadiri para petinggi negara. Logis kan?” tegas Iwan Sumule
Sementara kasus yang kedua, Iwan Sumule mengambil contoh pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang secara terbuka mengusulkan penundaan pemilu ke publik.
Padahal usulan ini jelas-jelas menyimpang dari UUD 1945 dan amanah reformasi. Tapi, oleh Presiden Joko Widodo mereka disebut sebatas menyampaikan pikiran di alam demokrasi.
“Ini ketegasan macam apa dari presiden? Jelas-jelas itu tidak ada di dalam konstitusi, presiden pakai panduan apa?” kesal Iwan Sumule.
“Jika pikiran menunda pemilu bagian demokrasi, semestinya pikiran khilafah juga bagian demokrasi,” tegasnya lagi.
Menurutnya, selama ini yang terjadi selalu mencla-mencle, tidak konsisten, dan tidak memakai panduan konstitusi.
Setiap mereka yang punya pikiran khilafah, oleh penguasa selalu diberi label sebagai terorisme. Sementara usulan yang bertentangan melanggar konstitusi justru disebut bagian demokrasi karena bisa menambah otomatis masa jabatan penguasa.
“Apakah pikiran menunda pemilu dapat dilekatkan dengan makar, kudeta konstitusi? Berpikir khilafah, Munarman didakwa sebagai teroris,” tutupnya.
Munarman akan menghadapi sidang dengan agenda tuntutan di kasus tindak pidana terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (14/3). Tuntutan akan dibacakan langsung oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam kasus ini, Munarman didakwa menggerakkan orang untuk melakukan tindakan teror dan membantu tindakan terorisme.
Selain itu, Munarman didakwa menghadiri acara baiat yang sama yang dikemas dalam agenda Tabligh Akbar FPI di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Jaksa penuntut umum mendakwa Munarman telah melanggar Pasal 14 atau Pasal 15 Juncto Pasal 7 Perppu 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU 15/2003 juncto UU 5/2018.
Sumber: RMOL