WANHEARTNEWS.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri berharap agar DPR dapat mengesahkan dua rancangan undang-undang yang diharapkan dapat menunjang kinerja-kinerja pemberantasan korupsi.
Kata Firli, dua RUU itu memang sudah ditunggu-tunggu keberadaannya. Namun sampai saat ini belum juga disahkan.
"Satu hal yang ingin kami sampaikan di akhir paparan ini, KPK memang masih berharap dan terus berharap mohon dukungan kepada Komiai III DPR RI terkait dengan dua rancangan undang-undang yang sampai hari ini kita tunggu," kata Firli dalam rapat kerja di Komisi III DPR, Rabu (30/3/2022).
"Pertama adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, yang kedua adalah Rancangan Undang-Undang Penyadapan," lanjut Firli.
Sementara itu, dalam sesi pendalaman di rapat kerja yang sama, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Hinca Pandjaitan menanggapi permintaan Firli agar DPR mengesahkan RUU tentang Perampasan Aset dan RUU tentang Penyadapan.
"Untuk penyadapan dulu Pak Firli, seingat saya dalam rapat yang lalu, seharusnya ada SOP yang disampaikan ke kita. Jadi jika ada SOP itu kita naikkan menjadi norma-norma baru di rancangan undang-undang, di dua undang-undang," kata Hinca.
Hinca lantas menanyakan kepada Firli bagaimana kemudian KPK dapat bekerja lebih maksimal dan menargetkan untuk menyelamatkan keuangan negara hasil tindak pidana korupsi, apabila dua RUU tersebut disahkan.
Sebab kalau tidak ada target pencapaian, Hinca memandang percuma KPK meminta dua RUU itu segera disahkan.
"Tapi pertanyaan saya, seandainya dua RUU ini diberi pemerintah dan DPR, berapa banyak lagi KPK bisa menyelamatkan uang negara? Untuk apa minta itu kalau tidak ada target tadi," kata Hinca.
"Dan saya yakin, halaman paling akhir ini mau mengatakan kepada kita (DPR), kasih dua peluru ini kami selamatkan negeri ini dan seterusnya, apakah itu maksudnya, saya kira itu saja," sambungnya.
Selamatkan Uang Negara
Sebelumnya, KPK diminta tidak hanya menangkap sebanyak-banyaknya koruptor, namun di sisi lain juga bisa mengejar kerugian keuangan negara hasil tindak pidana korupsi.
Permintaan itu datang dari anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman kepada Ketua KPK Firli Bahuri dan komisioner lainnya di rapat kerja Komisi III.
"Saya ingin menyoroti soal pemberantasan korupsi di bidang sumber daya alam, korupsi adalah kejahatan di bidang ekonomi. Karena itu tugas KPK bukan hanya menangkap sebanyak mungkin orang tetapi bagaimana menyelamatkan kerugian keuangan negara," kata Habiburokhman, Rabu (30/3/2022).
Habiburokhman lantas menyoroti penindakan kasus suap perizinan ilegal tambang nikel di Konawe Utara. Diperkirakan kasus suap itu berpotensi merugikan keuangan negara Rp 2,7 triliun.
Ia meminta KPK tidak hanya berfokus terhadap pelaku suap. Namun juga harus mendalami lanjut kepada siapa saja pihak termasuk korporasi yang menikmati perizinan ilegal tersebut.
"Kalau suapnya paling berapa miliar, berapa puluh miliar. Tap Rp 2,7 triliun itu kerugian negara bukan dalam, tidak langsung terkait suap tapi dinikmati oleh perusahaan yang menggunakan izin yang ilegal tersebut," kata Habiburokhman.
Begitu juga dalam penindakan di kasus tindak pidana korupsi lainnya. Habiburokhman meminta KPK benar-benar mengejar kerugian keuangan negara.
"Jadi logikanya kalau kerugian keuangan negara Rp 2,7 triliun maka yang harus kita kejar Rp 2,7 triliun tersebut harus bertanggung jawab mereka itu," kata Habiburokhman.
Dengan begitu diharapkan kerugian keuangan negara hasil korupsi dapat dipulihkan dengan lebih baik.
"Dan kami meminta agar model penindakan seperti ini menjadi standar pak. Kalau teman-teman KPK hanya mengejar suapnya saja pasti kecil sekali pemulihan keuangan negaranya. Tapi kalau dikejar korporasi-korporasi penikmat perizinan ilegal berdasarkan suap baik kebun, tambang saya pikir bisa signifikan," tutur Habiburokhman.
Sumber: suara