WANHEARTNEWS.COM - Kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dianggap akan menimbulkan persepsi kurang baik di masyarakat. Bahkan bisa berdampak buruk kepada Presiden Joko Widodo.
"BNPT saya kira tidak berwenang dalam mengatur atau memberikan ukuran tentang kriteria penceramah radikal atau tidak," ujar Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (9/3).
Menurut Saiful, yang dilakukan BNPT seperti mengambil alih kewenangan yang dimiliki oleh Kementerian Agama (Kemenag) maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang salah satunya mengurusi soal penceramah.
"Sehingga wajar kalau MUI tidak sependapat dengan pendapat BNPT tersebut," kata Saiful.
Saiful juga mengaku heran dengan cara BNPT menentukan kriteria ulama radikal, padahal MUI tidak pernah diundang untuk membahas atau membicarakan tentang kriteria tersebut.
"Mestinya (MUI) diajak bicara sebelum dikeluarkan. Dari aspek prosedur, wewenang, dan substansi pengaturan dapat dengan mudah dipersoalkan, sehingga dapat dikatakan cacat formil yang berimplikasi terhadap keabsahan dari kriteria aturan yang dikeluarkan," jelas Saiful.
Dengan demikian, Saiful menyarankan BNPT tidak perlu ikut mengeluarkan kriteria ulama radikal yang dapat merusak persatuan bangsa Indonesia.
"Karena akan justru menimbulkan persepsi yang kurang baik bagi kalangan masyarakat. Ujung-ujungnya yang kena adalah Presiden Jokowi sebagai Kepala Pemerintahan," pungkas Saiful.
Sumber: rmol