WANHEARTNEWS.CCOM - Analis Lab-45, Diyauddin, mengatakan pihaknya sudah dua kali mengambil data terkait sikap publik terkait perpanjangan masa jabatan presiden. Menurut hasil analisa data tersebut, mayoritas pengguna media sosial khususnya Twitter tak setuju Jokowi menjabat lebih dari 2 periode.
Menurut Diyauddin, data yang berhasil ditemukan Lab-45 pun hanya sekitar 10 ribu di Twitter. Sehingga ia mempertanyakan klaim Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan bahwa ada 110 juta masyarakat di media sosial yang setuju penundaan pemilu.
"Analisis politik ada 2 kali. Satu tentang Jokowi maju 3 periode Juni 2021. Penarikan data cuma 2 hari. Akunnya cuma 10 ribuan. Dan seperti kata Mas Burhanuddin Muhtadi, semakin orang baca medsos makin enggak setuju. Temuan kami hampir 100% tidak ada yang pro," kata Diyauddin dalam diskusi 'Meninjau Pandangan Publik dan Analisis Big Data soal Penundaan Pemilu' di Jakarta, Kamis (17/3).
"Di 2022 Februari kami coba narik lagi. Klaster kontranya 87%, tinggi banget. Hanya 12% yang pro dan kayaknya akun-akun ini afiliasi Cak Imin. Intinya 2 kali kami ambil big data hampir semua tolak penundaan pemilu. Ini sumbernya Twitter. Platform lain paling lebih sedikit, karena yang paling terbuka Twitter," imbuh dia.
Diyauddin menerangkan ada sumber data, scientist yang mengoperasikan mesin pencarian big data, dan analis dalam memperoleh hasil analisa big data. Big data bisa mencakup penemuan hashtag, akun hingga engagement di sosial media.
"Big data itu, kan, besar banget. Belum bisa dibaca kalau belum didata. Misal di Twitter kalau kita ambil 2% percakapan kita masukkin mesin. Lalu kita masukkan namanya, organisasinya, sentimennya. Tahap selanjutnya diekstrak sampai data yang big data kita spesifikasi sesuai kebutuhan kita," lanjut dia.
"Kalau sudah terbentuknya database dan dijadikan mesin. Itu fitur-fiturnya yang kami inginkan dibuat oleh scientist. Selanjutnya tahap analis, hasil tanggapan mesin. Lalu jadilah produk. Publikasi, podcast," jelas Diyauddin.
Sementara itu, banyaknya informasi dan kategorisasi bisa membuat mesin pengolahan big data scientist cukup sulit memperoleh banyak big data. Sehingga menjadi pertanyaan jika Luhut mengeklaim ada 110 juta masyarakat yang setuju Pemilu 2024 ditunda menurut big data.
"Kita bisa liat info yang bisa kita ambil berapa akun, hashtag, unit post, engagement, kita juga bisa lihat apa yang dibicarakan langsung, yang ditweet influencer. Waktu itu soal pandemi yang bisa kita ambil cuma 4 juta. Bisa dibilang mesinnya sudah mau pecah ambil data ini," ujarnya.
"Jadi kalau dibilang ada 110 juta kami enggak ngerti. Pas COVID paling tinggi jagatnya 4 juta. Data kami menunjukkan isu hal berbeda dengan persepsi bahwa pernyataan elite didukung big data," pungkas dia.
Sumber: kumparan