WANHEARTNEWS.COM - Upaya hukum untuk Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyati penting dilakukan. Sebab, penetapan tersangka kepada kedua aktivis HAM tersebut dinilai tidak sah dan tidak sesuai Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Alasannya, karena Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvest) Luhut Binsar Pandjaitan sejauh ini belum pernah dimintai keterangan sebagai pelapor.
Begitu kata Kepala Litigasi LBH PP Muhammadiyah Gufroni yang pihaknya baru saja ditunjuk sebagai tim kuasa hukum Haris dan Fatia.
"Sehingga alat bukti tidaklah cukup untuk menjadikan Haris Azhar dan Fatia sebagai tersangka dan jelas kasus ini terkesan dipaksakan," tegasnya kepada wartawan, Selasa malam (22/3).
Menurut Ghufroni, semestinya penyidik Polda Metro Jaya dalam kasus ini melakukan pendekatan restorative justice, karena pasal yang disangkakan menggunakan pasal UU ITE. Penyidik tidak boleh gegabah dengan menaikkan status dari penyelidikan ke tahap penyidikan dan kepada penetapan tersangka.
"Sekalipun yang melaporkan adalah pejabat publik seperti LBP," sesalnya.
Ia menambahkan, hal yang paling utama, alasan mengajukan praperadilan adalah karena penetapan tersangka Haris dan Fatia ini dinilai sebagai cara efektif pihak kepolisian untuk membungkam suara-suara kritis yang kerap disampaikan para aktivis dan tokoh.
Ditegaskan Ghufroni, ada skenario pembungkaman terhadap kebebasan bersuara sekalipun apa yang disampaikan itu atas dasar hasil riset.
Dalam beberapa kasus, banyak aktivis HAM dan pegiat antikorupsi yang dijadikan tersangka tapi kasusnya tidak pernah dilanjutkan oleh penyidik yang dinilai sebagai langkah untuk "menyandera" atau kasusnya digantung sedemikian rupa agar mereka tidak lagi bebas bersuara dan menyatakan pendapat.
"Maka gugatan praperadilan ini untuk memberi kepastian hukum bagi siapapun yang dijerat pasal pidana," pungkasnya.
Sumber: RMOL